Gedung Negara Grahadi di Kota Surabaya. Metrotvnews.com/ Amaluddin.
Amaluddin • 14 November 2025 15:07
Surabaya: Pemulihan Gedung Negara Grahadi sisi barat mengalami kendala. Bukan soal anggaran atau keterbatasan teknis konstruksi, melainkan dilema besar antara melestarikan sejarah dan memenuhi kebutuhan percepatan fungsi gedung pemerintahan.
Tuntutan originalitas sebagai bangunan cagar budaya, membuat proses pembangunan ulang berjalan jauh lebih lambat dari yang diperkirakan. Gedung sisi barat Grahadi sebelumnya habis terbakar, saat aksi demonstrasi yang berujung kericuhan pada akhir Agustus 2025.
Namun setelah puing-puing dibersihkan, persoalan utama justru muncul. Sebagian besar material yang diperlukan untuk membangun ulang harus sama persis dengan bahan bangunan kolonial masa lampau.
Hambatan terbesar adalah kebutuhan kayu jati berdiameter besar, jenis kayu yang nyaris tidak tersedia di pasaran modern. Sebab, ukurannya hanya bisa diperoleh dari penebangan khusus yang dilakukan Perhutani. Tidak hanya langka, proses pengeringan kayu ini pun membutuhkan waktu berbulan-bulan agar stabil dan memenuhi syarat untuk konstruksi bangunan cagar budaya.
“Pihak cagar budaya memutuskan pembangunan harus mengikuti originalitas, terutama bahan kayu jati yang diameter dan panjangnya jauh di luar standar pasar,” kata Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur, Adhy Karyono, Jumat, 14 November 2025.

Gedung Negara Grahadi Surabaya ludes dibakar massa aksi demonstrasi. Metrotvnews.com/ Amaluddin.
Kesulitan tak berhenti pada struktur kayu. Material pengecatan juga menghadapi problem besar. Cat pemutih yang digunakan pada bangunan Grahadi bukan cat biasa, melainkan cat khusus asal Jerman yang memiliki karakteristik anti-luntur dan tahan kelembaban.
Adhy meyakini cat tersebut merupakan tipe yang digunakan sejak masa kolonial dan sudah tidak diproduksi secara komersial. "Kami ingin mempercepat pembangunan, tetapi setiap langkah harus mengikuti rekomendasi tim ahli agar nilai sejarahnya tidak hilang,” ujar Adhy.
Akibat kompleksitas material, proses penunjukan langsung maupun pengadaan baru diperkirakan bisa dimulai pada Januari 2026. Anggaran awal sekitar Rp9 miliar pun diprediksi meningkat karena kebutuhan material yang sangat spesifik dan langka.