Ilustrasi, Gedung Kementerian BUMN. Foto: Medcom.id
M Ilham Ramadhan Avisena • 28 July 2024 18:41
Jakarta: Kursi komisaris di perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tampak menjadi sarana untuk balas budi dari kepentingan politik pemegang kekuasaan. Ini dikhawatirkan bakal menjadi bumerang bagi perusahaan pelat merah ke depan.
Sekretaris Jenderal Transparansi Internasional Indonesia Danang Widoyoko mengungkapkan, pembagian kursi komisaris yang terjadi saat ini menunjukkan pemegang saham terbesar, dalam hal ini pemerintah, lebih condong mempertimbangkan kepentingan politik, ketimbang kinerja dan fungsi BUMN yang sebenarnya.
"Ini memang pertimbangannya lebih kepada bagi-bagi jabatan, penghargaan politik, mungkin karena kerja kerasnya membantu selama (tahun) politik, atau katakanlah memberi imbalan kepada pendukung. Ini tidak dicek lagi latar belakang, soal kapasitas, track record-nya apakah memang mempunyai keterampilan di bidang yang dibutuhkan BUMN," ujar Danang saat dihubungi, Minggu, 28 Juli 2024.
Danang menambahkan, penunjukkan sosok untuk menduduki kursi komisaris di perusahaan milik negara itu sedianya telah berlangsung dalam sepuluh tahun terakhir. Banyak individu yang memiliki hubungan politik erat dengan pemegang kekuasaan.
Jika praktik tersebut terus berlangsung dan langgeng di pemerintahan baru, dikhawatirkan kinerja perusahaan BUMN bakal melempem. Danang risau fungsi perusahaan BUMN ke depan hanya akan menjadi alat transaksi politik, alih-alih melayani masyarakat.
"Ini kan tujuannya politik, memberikan reward kepada para pendukung, bukan mencetak keuntungan, atau katakanlah memberi pelayanan yang baik kepada masyarakat," tutur dia.
Menjadikan sosok terafiliasi politik dan demi melakukan balas budi politik telah menabrak aturan. Pengamat BUMN dari Datanesia Institute Herry Gunawan menilai Menteri BUMN telah melanggar ketentuan yang dibuat, yakni Peraturan Menteri BUMN Per-3/MBU/03/2023 tentang Organ dan Sumber Daya Manusia BUMN.
"Tampaknya ada pengulangan kebijakan yang marak menjadi sorotan dalam 5-10 tahun terakhir dalam pengangkatan komisaris. Cenderung mengabaikan soal etis, bahkan cenderung nyerempet pelanggaran terhadap peraturan," kata dia.
| Baca juga: Bangku Komisaris BUMN Diisi Pendukung Prabowo-Gibran Dinilai Wajar |