Gedun Kementerian BUMN. Foto: Medcom.
Faustinus Nua • 24 July 2024 19:38
Jakarta: Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjelaskan alasan mengangkat kader partai politik (parpol) jadi komisaris perusahaan pelat merah. Kebijakan itu dinilai sebagai bagian dari transisi pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran).
Hal itu disampaikan staf khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga merespons kader parpol pendukung Prabowo-Gibran jadi komisaris BUMN. Teranyar, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Andi Arief diangkat sebagai komisaris PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero).
"Jadi wajar saja apa-apa yang berhubungan dengan pemerintah itu ada transisi yang enak gitu loh," kata Arya saat dikutip dari Media Indonesia, Rabu, 24 Juli 2024.
Arya menyampaikan BUMN merupakan perusahaan milik negara. Semua yang berkaitan dengan pemerintahan pasti mempengaruhi perusahaan pelat merah.
Arya menegaskan bahwa penunjukan komisaris dari anggota parpol baru kali ini terjadi. Sebab, Menteri BUMN Erick Thohir ingin ada keinginan kesinambungan dalam pemerintahan.
Menurut dia, belum pernah terjadi kesinambungan pemerintahan sejak rezim Presiden Soekarno. Baru kali ini, rezim Jokowi akan dilanjutkan dengan rezim Prabowo, sehingga terjadi kesinambungan dan transisi yang baik.
"Jadi kalau ditanya, kok sekarang? Karena baru kali ini berkesinambungan pemerintahnya. Belum pernah terjadi kesinambungan yang selancar ini sepanjang Indonesia Merdeka," ungkap dia.
Dia menambahkan bahwa kinerja para anggota parpol yang menjadi komisaris tersebut tidak perlu diragukan. Masing-masing memiliki pengalaman dan sejauh ini BUMN memiliki kinerja yang baik.
Apalagi sebagai perusahaan milik negara, BUMN tidak pernah terlepas dari proses politik. Perubahan dinamika politik yang terjadi akan mempengaruhi perusahaan pelat merah juga, sehingga selama kinerja BUMN terus membaik dan orang-orang yang terpilih memiliki kapasitas yang mumpuni tentu akan berdampak positif.
"Bahwa yang namanya BUMN enggak pernah terlepas dari politik. Kenapa? Pertama ketika BUMN mau di-merger, lapor kemana ke DPR. Kalau swasta lapor ke DPR kan enggak. Mau bikin holding kemana? Ke DPR. Dia mau IP kemana? Ke DPR. Mau nambah modal kemana? Ke DPR. Swasta ada kayak gini? Nggak ada. Dan itu adalah politik," ujar dia.