Ilustrasi. Foto: Medcom.id
Media Indonesia • 17 April 2024 17:25
Jakarta: Peluang pemerintah menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) atau mengurangi kuota subsidi bensin dinilai terbuka lebar. Itu menyusul tensi geopolitik Iran dengan Israel yang berimbas pada kenaikan harga minyak dunia.
Katup peluang itu terbuka jika harga minyak dunia berada jauh di atas asumsi Indonesia Crude Price (ICP) di angka USD82 per barel. Jika kuota subsidi BBM dikurangi, maka Indonesia kembali berpeluang bertemu dengan tingginya tingkat inflasi di kemudian hari.
"Ketika skenario tersebut dijalankan, maka dampak langsung yang kemudian bisa terjadi adalah kenaikan inflasi dan kondisi yang relatif mirip di akhir 2022 ketika pemerintah melakukan penyesuaian harga BBM dan subsidi imbas dari krisis geopolitik antara Rusia dan Ukraina," kata periset dari Center of Reform on Economic (CoRE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet saat dihubungi, Rabu, 17 April 2024.
Inflasi yang tinggi bakal memengaruhi kondisi perekonomian dalam negeri. Hal itu juga akan makin berat lantaran terdapat peluang kenaikan tarif listrik pada Juni 2024. Penghitungan tarif listrik dilakukan dengan melihat realisasi parameter ekonomi makro seperti nilai kurs, ICP, inflasi, serta harga acuan batu bara.
Sedianya pemerintah sejak jauh hari telah mengungkapkan akan mempertahankan harga BBM maupun tarif listrik hingga Juni 2024. "Sebenarnya peluang kenaikan tarif listrik terbuka karena kenaikan ataupun konflik geopolitik itu umumnya bisa menaikkan harga komoditas secara umum dan tentu akan mempengaruhi harga produksi untuk PLN yang memproduksi listrik," kata Yusuf.
Namun dia menilai pemerintah akan melakukan segala upaya untuk mengambil opsi-opsi tersebut. Sebab, jika itu dilakukan maka pekerjaan rumah yang datang dari sisi inflasi bakal lebih merepotkan pengambil kebijakan.
Baca juga: Pemerintah Punya Dua Opsi Tangani Kenaikan Harga Minyak, Apa Itu? |