Inflasi pangan Korsel menempati urutan ketiga. Foto: Medcom.id
Seoul: Inflasi pangan Korea Selatan (Korsel) mengalami peningkatan hingga mencapai 6,95 persen pada Februari 2024. Hal itu menempatkan Korea Selatan menjadi negara ketiga tertinggi dari negara-negara Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD).
Melansir The Korea Herald, Selasa, 23 April 2024, OECD mengumumkan Korsel menjadi negara ketiga dari 38 negara anggota OECD dalam hal inflasi makanan dan minuman non-alkohol, setelah turki yang mencapai 71,12 persen dan Islandia 7,52 persen.
Pertama kalinya dalam lebih dari dua tahun, inflasi makanan Korea melebihi rata-rata OECD yang mencapai 5,32 persen sejak November 2021. Kenaikan ini terjadi setelah invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022 hingga tingginya harga energi dan kekeringan yang parah.
Hal itu menyebabkan rata-rata kenaikan harga pangan di negara-negara OECD yang sebelumnya di bawah lima persen di 2021, tetapi melonjak jadi 16,19 persen pada November 2022.
Mulai saat itu, angka tersebut cepat kembali normal yaitu turun di bawah 10 persen pada Juli tahun sebelumnya dan mencapai sekitar lima persen pada Februari, sama dengan periode sebelum invasi Rusia ke Ukraina.
Namun, setelah turun menjadi 3,81 persen pada Juli lalu, inflasi makanan Korea kembali meningkat dengan konsisten berada di kisaran 5-7 persen sejak Oktober 2023 dan pada Februari telah melampaui rata-rata OECD.
Tarif kuota 21 jenis buah
Para analisis menilai kenaikan harga-harga makanan domestik ini diikuti oleh kenaikan harga buah-buahan seperti apel dan pir pada bulan lalu yang mencapai 88,2 persen. Kenaikan terbesarnya sejak Januari 1980 saat pelaporan statistik resmi dibuka.
Dalam menstabilkan harga-harga buah ini pada Januari,, pemerintah mengimplementasikan tarif kuota untuk 21 jenis buah, termasuk pisang dan mangga. Tidak hanya itu, di April pemerintah memperluas kebijakan ini dengan memasukkan delapan jenis lainnya, seperti ceri dan kiwi.
Pemerintah telah memperluas distribusi buah-buahan impor langsung dari Korea Agro-Fisheries & Food Trade Corporation (aT) untuk menyediakan buah impor dengan harga lebih terjangkau. Menurut pengumuman aT mulai 4 April, buah-buahan ini dipasok ke lebih dari 12 ribu daerah di seluruh negeri dengan diskon 20-30 persen. Meskipun demikian, buah-buahan bukan menjadi satu-satunya faktor yang berkontribusi terhadap inflasi.
Menurut analisis, volatilitas harga minyak internasional dan kekuatan dolar AS bisa meningkatkan harga konsumen lebih lanjut yang memengaruhi bahan mentah impor dan makanan olahan seperti burger, cokelat, serta makanan ringan.
Seiring dengan meningkatnya skeptisisme publik, Kim Kwang-suk dari Institut Ekonomi dan Industri Korea memperingatkan tentang kemungkinan "inflasi putaran kedua" setelah 2022 akibat kenaikan harga minyak baru-baru ini dan nilai tukar yang tinggi secara berkelanjutan.
Sementara itu, Menteri Keuangan Choi Sang-mok menjamin harga pada akhirnya akan "stabil dalam tren menurun" saat paruh kedua tahun ini walaupun ketidakpastian meningkat. (
Indy Tazkia Aulia)