Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani. Foto: MI/Adam Dwi.
M Ilham Ramadhan Avisena • 2 October 2024 13:19
Jakarta: Kondisi inflasi Indonesia belakangan ini dinilai mengindikasikan konsumsi pasar domestik yang melambat. Jika itu kondisi inflasi rendah terus dibiarkan berlarut, dikhawatirkan akan menghambat pencapaian pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan pemerintah.
"Perlu diingat, pertumbuhan ekonomi nasional sangat tergantung pada kinerja konsumsi dalam negeri, bila level konsumsi domestik sedemikian rendah, tentu pertumbuhan akan sulit dipacu," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani, dikutip Rabu, 2 Oktober 2024.
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) diketahui inflasi tahunan (year on year/yoy) Indonesia pada September 2024 sebesar 1,84 persen, turun dari Agustus 2024 yang tercatat di angka 2,12 persen (yoy).
Kondisi itu, kata Shinta, turut berdampak pada kemauan industri untuk melakukan ekspansi usaha. Pertimbangannya ialah konsumsi akan membuat pasar enggan atau lambat menyerap produk yang dihasilkan oleh pelaku usaha.
(Ilustrasi, grafik inflasi. Foto: Medcom.id)
Karena itu, pemerintah diminta untuk bisa menciptakan stimulus-stimulus yang dibutuhkan, baik bagi masyarakat maupun industri untuk bisa meningkatkan kinerja dan daya serap produksi dalam negeri. Salah satu yang dapat dilakukan ialah melalui pelonggaran kuantitatif (quantitative easing) atau pelonggaran suku bunga acuan.
Itu menurut Shinta dapat dibarengi dengan menciptakan terobosan-terobosan kebijakan di sisi peningkatan produktivitas. "Khususnya dalam hal fasilitasi investasi, peningkatan kinerja ekspor, pemberdayaan UMKM, dan upaya mentransformasikan sektor ekonomi informal menjadi sektor ekonomi formal," sebut dia.
"Itu perlu agar pekerja di sektor informal memiliki tingkat produktivitas dan kesejahteraan atau daya beli yang lebih baik, sehingga pertumbuhan pasar domestik bisa dipacu agar lebih suportif untuk menciptakan level pertumbuhan yang diinginkan," jelas Shinta menambahkan.
Baca juga: Airlangga: Deflasi Tak Merefleksikan Tingkat Konsumsi Masyarakat |