Ilustrasi penyusunan regulasi/Medcom.id
Candra Yuri Nuralam • 23 June 2023 14:14
Jakarta: Penyusunan regulasi terkait pangan mesti disertai kajian menyeluruh. Sehingga, ada pertimbangan mendasar hingga basis risiko yang jadi perhitungan lahirnya sebuah regulasi.
“Hal ini bertujuan agar dalam penerapannya tidak merugikan produsen maupun konsumen,” kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI), Adhi Lukman, melalui keterangan tertulis, Jumat, 23 Juni 2023.
Hal tersebut merespons adanya wacana mendorong pelabelan Bisphenol A (BPA) pada kemasan pangan. Adhi melihat ketidaktepatan pada wacana yang mendorong pelabelan itu menjadi regulasi, khususnya pada produk air minum dalam kemasan (AMDK).
Bahkan dia menduga ada pihak-pihak tertentu memanfaatkan wacana itu. Terlebih, ada yang mencatut GAPMMI untuk memuluskan rencana tersebut.
“Terkait pemberitaan di beberapa media yang mencatut nama GAPMMI, perlu saya luruskan bahwa saya tidak pernah diwawancarai terkait BPA galon,” kata dia.
Dia menegaskan GAPMMI hanya mendorong industri pangan di Indonesia mematuhi regulasi. Sehingga, seluruh kegiatan sesuai dengan ketetapan pemerintah.
“Tapi bukan berarti mendukung wacana pelabelan BPA, karena regulasinya kan belum ada,” katanya.
Ahli Polimer dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Akhmad Zainal Abidin, mengkritik wacana itu. Menurut dia, pelabelan yang berbasis pada tingkat bahaya suatu produk belum teruji secara ilmiah.
Terlebih, kata Zainal, sudah ada pengujian dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Perindustrian terkait BPA. Pengujian itu menyatakan kandungan zat tersebut di air galon rendah dan tak berbahaya.
"Itu masih dalam batas aman atau jauh di bawah ambang batas aman yang sudah ditetapkan BPOM. Produk-produk itu juga sudah berlabel SNI dan ada nomor HS-nya yang menandakan bahwa produk itu aman,” kata dia.