Presiden Taiwan Lai Ching-te. Foto: CNA
Koror: Presiden Taiwan Lai Ching-te pada Jumat 6 Desember 2024 mengungkapkan keyakinannya akan terciptanya kerja sama lebih erat dengan pemerintahan Donald Trump yang baru terpilih, usai berkomunikasi dengan Ketua DPR Amerika Serikat (AS) dari Partai Republik, Mike Johnson.
Pernyataan ini disampaikan saat kunjungan diplomatiknya di kawasan Pasifik, di tengah meningkatnya ketegangan dengan Tiongkok.
“Taiwan yakin dapat terus memperdalam kerja sama dengan pemerintahan baru untuk melawan ekspansi otoritarianisme, menciptakan kemakmuran bagi kedua negara, serta berkontribusi bagi stabilitas dan perdamaian kawasan,” ujar Lai dalam konferensi pers di Palau, salah satu sekutu diplomatik Taiwan di Pasifik, dikutip dari Channel News Asia, Jumat 6 Desember 2024.
Kunjungan diplomatik
Lai tiba di Palau pada Kamis 5 Desember 2024 setelah sebelumnya mengunjungi Guam, wilayah Amerika Serikat, di mana ia bertemu Johnson. Pertemuan tersebut merupakan kontak tertinggi antara pejabat Taiwan dan AS selama perjalanan Lai.
Tiongkok yang
mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya, menentang segala bentuk pengakuan internasional terhadap Taiwan, terutama hubungan resmi tingkat tinggi dengan Washington.
Beijing kembali mendesak AS untuk "menghentikan pengiriman sinyal yang salah" terkait panggilan Lai dengan Johnson, seraya memperingatkan risiko ancaman terhadap perdamaian dan keamanan di Selat Taiwan.
Peningkatan ketegangan dan sikap Taiwan
Dalam menanggapi potensi latihan militer Tiongkok di sekitar Taiwan, Lai menyatakan, "Mengulurkan tangan lebih baik daripada mengepalkan tinju."
Ia juga menegaskan bahwa Taiwan dan Tiongkok adalah entitas yang setara. "Tidak peduli berapa banyak latihan militer, kapal perang, atau pesawat tempur yang dikirim Tiongkok, mereka tidak akan mendapatkan penghormatan dari negara lain," tambahnya.
Memperkuat aliansi Pasifik
Kunjungan ini merupakan perjalanan luar negeri pertama Lai sejak menjabat pada Mei lalu, dengan tujuan memperkokoh hubungan di kawasan Pasifik. Palau adalah satu dari 12 negara yang masih mengakui Taiwan sebagai negara berdaulat, di tengah upaya Tiongkok untuk merebut sekutu-sekutu Taiwan di kawasan tersebut.
Di Palau, Lai bersama Presiden Surangel Whipps Jr menyaksikan latihan penyelamatan bersama yang melibatkan kapal patroli Taiwan dan kapal sumbangan Taiwan untuk Palau. Ia juga menghadiri peresmian gedung layanan pemerintah yang didanai Taiwan, yang disebutnya sebagai "model kerja sama bilateral yang sukses."
Ketegangan Taiwan-Tiongkok yang terus Berlanjut
Perselisihan antara Taiwan dan Tiongkok berakar dari perang saudara tahun 1949, di mana pasukan nasionalis Chiang Kai-shek kalah dari komunis Mao Zedong dan melarikan diri ke Taiwan.
Meski Taiwan mengklaim dirinya sebagai negara berdaulat dengan pemerintahan, militer, dan mata uang sendiri, Beijing terus menegaskan bahwa pulau tersebut adalah bagian dari Tiongkok.
Dalam upaya memperkuat pertahanan, Taiwan sangat bergantung pada penjualan senjata AS. Baru-baru ini, AS menyetujui penjualan suku cadang F-16, sistem radar, dan peralatan komunikasi senilai USD 385 juta.
Di akhir kunjungannya, Lai kembali menegaskan perlunya "berjuang bersama untuk mencegah perang" dan memperingatkan bahwa "tidak ada pihak yang menang dalam konflik."
Setelah menyelesaikan kunjungan di Palau, Lai dijadwalkan kembali ke Taipei pada Jumat, setelah sebelumnya singgah di Kepulauan Marshall dan Tuvalu, sekutu Taiwan lainnya di Pasifik.
(Muhammad Reyhansyah)