Pasukan Syria National Army (SNA) rebut kekuasaan dari pemberontak PKK/YPG di Manbij. Foto: Anadolu
Fajar Nugraha • 9 December 2024 06:03
Damaskus: Pemimpin oposisi Suriah mengatakan lembaga negara akan dipertahankan dalam masa transisi 18 bulan. Hadi Al-Bahra menguraikan rencana transisi setelah jatuhnya mantan Presiden Bashar al-Assad.
“Badan pemerintahan yang dijalankan oleh oposisi Suriah akan memimpin masa transisi selama 18 bulan, termasuk enam bulan untuk menyusun konstitusi baru,” kata Kepala Koalisi Oposisi Suriah, Hadi Al-Bahra kepada Middle East Eye pada Minggu, 8 Desember 2024.
Hadi al-Bahra berbicara dengan MEE di sela-sela konferensi Forum Doha beberapa jam setelah pemberontak Suriah menggulingkan Bashar al-Assad, mengakhiri pemerintahan otoriter keluarganya selama 54 tahun setelah hampir 14 tahun perang.
Al-Bahra adalah presiden Koalisi Nasional Suriah, aliansi kelompok oposisi yang dibentuk di pengasingan setelah pemberontakan tahun 2011 terhadap Assad. Ia mengatakan koalisi oposisinya harus diperluas untuk menambahkan "elemen-elemen baru oposisi", dan kemudian akan ditugaskan untuk membentuk pemerintahan transisi yang bertindak sebagai presiden negara tersebut hingga konstitusi baru diratifikasi.
Al-Bahra mengatakan, transisi tersebut harus sejalan dengan Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) 2254, yang diadopsi pada 18 Desember 2015, yang menguraikan peta jalan untuk transisi politik Suriah, termasuk gencatan senjata nasional, akuntabilitas atas kekejaman, dan pemilihan umum yang bebas dan adil di bawah konstitusi baru.
Para pejuang pemberontak memasuki Damaskus sekitar pukul 5.00 pagi waktu setempat tanpa perlawanan, dengan cepat merebut bandara internasional, gedung TV negara, dan banyak fasilitas strategis pemerintah lainnya.
Pasukan dan personel pemerintah dilaporkan mundur dari posisi mereka, yang memungkinkan pengambilalihan yang lancar bagi para pemberontak.
Assad sendiri dilaporkan menaiki pesawat sebelum pemberontak mencapai ibu kota dan melarikan diri ke lokasi yang tidak diketahui. Keberadaannya saat ini tidak jelas.
“Perdana menterinya, Mohammad Ghazi al-Jalali, telah setuju dengan para pemberontak untuk tetap berada di Suriah dan mendukung transisi ke sistem baru. Kami menghargai bahwa perdana menteri tidak melarikan diri seperti presiden," kata Al-Bahra.
"Dia mengambil risiko dan bertahan. Namun, dia kemudian merasa tenang karena tahu tidak akan ada yang menyakitinya. Dan kemudian ia juga mengajukan diri untuk memiliki rencana transisi dan mengatur transisi,” imbuh Al-Bahra.
Al-Bahra berbicara tentang perlunya melestarikan lembaga-lembaga Suriah dan melindungi ekonomi selama fase berikutnya.
"Kami tidak ingin menghancurkan lembaga-lembaga negara saat ini. Kami ingin agar mereka tetap berjalan," kata Al-Bahra.
Ia menjelaskan bahwa pegawai negeri sipil saat ini akan tetap bekerja, dan hanya pejabat yang ditunjuk secara politik yang akan diganti. Prioritasnya adalah untuk meningkatkan layanan pemerintah dengan melatih dan "menyuntikkan darah baru" ke dalam lembaga-lembaga, termasuk melalui "kemampuan teknologi tinggi".
"Kita perlu menjalankan kembali ekonomi," katanya, tetapi mencatat bahwa ini akan membutuhkan dukungan dari negara-negara lain.
"Suriah membutuhkan bantuan kemanusiaan," ucap Al-Bahra, mencatat bahwa tahun ini bantuan untuk Suriah telah turun sebesar 26 persen.
"Kita perlu memulai proyek-proyek pemulihan dini untuk membuat hidup lebih mudah bagi masyarakat dan juga untuk mulai meningkatkan mata pencaharian masyarakat dan menyediakan kesempatan kerja bagi mereka," kata Al-Bahra.
"Jika kita dapat membuat ekonomi berjalan kembali dalam waktu satu setengah hingga dua tahun, maka kita akan menjadi kurang bergantung tentang bantuan kemanusiaan,” pungkas Al-Bahra.