Beras. Foto: Medcom.id.
Jakarta: Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengkritik daya tahan pertanian indonesia yang masih lemah. Dalam sidang tahunan MPR 2024 dia mengatakan kenaikan populasi indonesia harus diimbangi dengan produksi pangan.
"Meningkatnya populasi penduduk dunia khususnya di Indonesia, akan membutuhkan daya dukung bahan pangan yang lebih besar," kata dia, Jumat, 16 Agustus 2024.
Dia juga menambahkan pada saat bersamaan, sektor pertanian sebagai penopang ketahanan pangan, justru menghadapi beragam tekanan dimulao mulai dari makin sempitnya lahan pertanian, stagnasi produksi, meningkatnya frekuensi hama dan penyakit tumbuhan, makin mahalnya biaya produksi, serta ancaman perubahan iklim.
"Padahal untuk menghindari risiko krisis pangan di masa yang akan datang, kita perlu menyiapkan strategi besar untuk menciptakan kedaulatan pangan Indonesia, bukan sekedar ketahanan pangan yang acapkali mengandalkan impor bahan-bahan pangan dari luar negeri," tegas dia.
demurrage impor beras bukti rapuhnya ketahanan pangan
Sebelumnya persoalan demurrage impor beras dinilai sebagai bukti Bapanas dan Bulog gagal mewujudkan ketahanan pangan nasional. Hal ini juga ditunjukkan dengan harga beras yang semakin mahal dan nilai impor naik hingga mencapai 6 juta ton di 2024.
“Saya katakan (karena demurrage) pemerintah Jokowi (Presiden Joko Widodo) gagal. Sejak awal dia pemerintah kan bilang mau stop impor beras, kenapa sekarang di akhir masa jabatannya, menjadi impor beras terakhir. Tahun ini (impor beras) mencapai 6 juta ton,” kata Ketua Umum Serikat Petani Indonesia Hendry Saragih, Jakarta, Kamis, 8 Agustus 2024.
Hendry meyakini pasca mencuatnya demurrage sebesar Rp294,5 miliar, sebaiknya jangan lagi melakukan impor beras. Terlebih, kata Hendry, setiap pemerintah melakukan impor beras selalu menimbulkan persoalan panjang. Hendry mengatakan daripada terus melakukan impor beras, pemerintah sebaiknya dapat fokus menyerap gabah petani. Impor beras dinilai sangat merugikan petani Indonesia.