Tantangan Indonesia Gabung BRICS saat Donald Trump Berkuasa

Ilustrasi. Foto: Medcom.id.

Tantangan Indonesia Gabung BRICS saat Donald Trump Berkuasa

Andhika Prasetyo • 8 January 2025 21:00

Jakarta: Direktur China-Indonesia Desk Center of Economic and Law Studies (Celios) Muhammad Zulfikar Rakhmat menilai setelah menjabat, Presiden AS Donald Trump bakal menjadi tantangan bagi negara anggota BRICS, termasuk Indonesia, di pasar global.

 
Ia berpandangan ketidakpastian ekonomi global karena perang dagang antara Tiongkok dan AS saat Trump berkuasa akan berdampak pada stabilitas ekonomi di beberapa negara. Ditambah lagi, ancaman Trump pada negara anggota BRICS apabila melakukan dedolarisasi.
 
"Reaksi Trump perlu diwaspadai karena dia merupakan salah satu pemimpin yang membuktikan ucapannya. Jika, AS memberlakukan tarif 100 persen pada negara anggota BRICS, tentu Indonesia akan terkena imbas dari kebijakan tersebut. Tidak bisa dipungkiri ini juga akan menjadi tantangan bagi ekonomi Indonesia dalam jangka waktu pendek atau menengah. Hal ini juga akan menyebabkan penurunan tajam pada volume ekspor, terutama untuk produk-produk yang sangat bergantung pada pasar AS," ungkap Zulfikar dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, 7 Januari 2025.
 
Sebelumnya, Brasil, sebagai pemegang presidensi BRICS tahun ini, pada Senin, 7 Januari 2025 mengumumkan Indonesia telah resmi menjadi anggota penuh organisasi internasional tersebut. Beberapa pengamat menilai BRICS akan menjadi penyeimbang G7 yang beranggotakan Amerika Serikat (AS), Kanada, Inggris, Prancis, Jerman, Italia, dan Jepang.
 

Indonesia bisa kurangi hegemoni Barat

 
Sebagai anggota grup BRICS yang baru, Indonesia berpeluang untuk berpartisipasi dalam solidaritas negara-negara Selatan alias global South dalam mengurangi hegemoni Barat yang ada saat ini.
 
Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira berharap dengan masuk BRICS, Indonesia tidak hanya fokus memperkuat hubungan dengan Tiongkok, namun juga Brasil, Afrika Selatan, termasuk negara Timur Tengah.
 
"Pemerintah sebaiknya tidak melihat BRICS hanya agenda Tiongkok saja, tapi ada potensi besar dengan negara Brasil terkait ekonomi restoratif, hingga Afrika Selatan soal pengembangan transisi energi bersih. Jika terlalu pro-Tiongkok maka keanggotaan Indonesia di BRICS sebenarnya sia-sia mereplikasi hubungan ekonomi dengan Tiongkok yang sudah terlalu dominan," kata dia.
 
Di sisi lain, dirinya juga menilai aliansi BRICS tidak begitu memberikan keuntungan untuk Indonesia karena ekonomi Tiongkok diproyeksikan akan melambat terutama pascakembali terpilihnya Donald Trump yang memicu proteksionisme dagang.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Ade Hapsari Lestarini)