Jakarta: Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meluncurkan hasil kajian survei bertajuk Kajian Suara Anak: Mengedepankan Perspektif Anak dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Kajian ini disusun bersama Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) dan Wahana Visi Indonesia (WVI), serta diluncurkan di Gedung KPAI, Jakarta Pusat.
Salah satu temuan utama dalam kajian tersebut adalah pentingnya pelibatan bermakna anak dalam perencanaan, implementasi, dan evaluasi program MBG di lapangan. Menurut Ketua KPAI Margaret Aliyatul Maimunah, selama ini wacana tentang program MBG lebih banyak didominasi oleh perspektif orang dewasa.
"Selama ini, kita lebih sering mendengar perspektif dari orang dewasa mengenai MBG. Melalui kajian ini, kami ingin mendengar apa yang disuarakan anak. Kami berharap peluncuran kajian yang disampaikan hari ini bisa menjadi masukan bagi perbaikan pelaksanaan program MBG ke depannya," kata Margaret dalam keterangannya, Rabu, 12 November 2025.
KPAI, CISDI, dan WVI bersepakat mendorong pelibatan bermakna anak dalam setiap tahapan program MBG. Kajian ini menjadi wadah bagi anak-anak untuk membagikan pengalaman serta memberikan masukan langsung mengenai pelaksanaan MBG di sekolah mereka.
Chief of Research and Policy CISDI Olivia Herlinda menyoroti masih terbatasnya peran anak dalam program tersebut.
"Selama ini, kami menilai pelibatan anak masih sangat terbatas sebagai objek dalam program MBG. Tidak seperti praktik di negara lain, anak-anak di Indonesia belum dilibatkan dalam penentuan menu, edukasi gizi, hingga evaluasi program di sekolah mereka," ujarnya.
Kajian ini menggunakan pendekatan Child-Led Research (CLR) atau penelitian yang dipimpin oleh anak. Semua proses, mulai dari penyusunan instrumen, pemetaan responden, pengumpulan data melalui diskusi terarah, hingga pengolahan data, dilakukan oleh peneliti anak sendiri.
KPAI, CISDI, dan WVI mendukung studi ini melalui Survei Suara Anak, yang dilakukan secara daring sejak 11 Juli hingga 1 Agustus 2025. Dari total 2.241 responden di 12 provinsi, sebanyak 1.624 data responden memenuhi kriteria untuk dianalisis.
Makan bergizi gratis/Ilustrasi Istimewa
Manajer Child Protection and Participation WVI, Satrio Dwi Raharjo menyebut dukungan terhadap kajian ini merupakan bentuk komitmen memahami kebutuhan anak secara lebih utuh.
"Anak-anak adalah masa depan dan harapan bangsa. Karena itu, kami turut mendukung kajian ini sebagai komitmen untuk memahami kebutuhan anak, termasuk hak dasarnya atas gizi yang cukup. Sebelumnya, WVI juga pernah menggunakan pendekatan Listening to the Child (LtC) untuk mengukur pengalaman anak mengakses layanan Covid-19, dan ini sudah menjadi praktik global Wahana Visi Indonesia," ujar Satrio.
Hasil kajian menunjukkan mayoritas responden mengapresiasi dimensi sosial-ekonomi dari pelaksanaan MBG. Anak-anak menyampaikan bahwa program ini menumbuhkan kebiasaan makan bersama, membantu menghemat uang jajan, serta meringankan beban keluarga kurang mampu.
Namun, studi ini juga mencatat adanya 583 responden (35,9%) yang pernah menerima makanan rusak, basi, atau mentah. Temuan ini berkaitan erat dengan maraknya kasus keracunan makanan MBG, yang mencapai 12.820 kasus hingga 30 Oktober 2025.
"Pemerintah perlu segera melakukan evaluasi menyeluruh dan memastikan mekanisme pengawasan yang berpihak pada keselamatan dan martabat anak," tegasnya.
Dengan peluncuran kajian ini, KPAI bersama CISDI dan WVI berharap agar program MBG ke depan lebih inklusif, partisipatif, dan berpihak pada kepentingan terbaik anak, terutama dalam menjamin kualitas gizi, keamanan makanan, serta ruang kebebasan anak untuk bersuara.