Protes yang terjadi di Georgia. Foto: EFE-EPA
Fajar Nugraha • 6 October 2025 20:05
Tbilisi: Jaksa Georgia pada Senin 6 Oktober 2025 mendakwa lima tokoh oposisi atas upaya penggulingan pemerintah. Ini dilakukan setelah protes pada Sabtu yang berujung pada bentrokan antara polisi dan demonstran di ibu kota negara Kaukasus Selatan berpenduduk 3,7 juta jiwa tersebut.
Para pendukung oposisi Georgia berunjuk rasa di pusat kota Tbilisi pada Sabtu, dengan beberapa pemimpin menjanjikan "revolusi damai" pada hari pemilihan lokal yang diboikot oleh blok oposisi terbesar.
Beberapa menit sebelum pemungutan suara ditutup, sekelompok kecil pengunjuk rasa berusaha merebut istana presiden, sebelum akhirnya dihalau oleh polisi anti huru hara yang menggunakan gas air mata dan meriam air.
"Dakwaan terhadap kelima pria tersebut memiliki ancaman hukuman penjara maksimal sembilan tahun. Para pejabat mengatakan protes tersebut merupakan upaya untuk merebut kekuasaan," sebut laporan Asia One, Senin 6 Oktober 2025.
Georgia telah diguncang protes selama lebih dari setahun, dengan para pendukung oposisi menuduh partai Georgia Dream yang berkuasa bersikap otoriter, dan berusaha menyeret negara itu, yang pernah menjadi salah satu negara penerus Uni Soviet yang paling pro-Barat, kembali ke Rusia, tuduhan yang dibantahnya.
Gerakan protes telah mereda dalam beberapa bulan terakhir, meskipun demonstrasi malam hari masih menutup Jalan Rustaveli di pusat kota Tbilisi.
Pada Oktober 2024, Georgia Dream meraih kemenangan telak dalam pemilihan parlemen. Pihak oposisi mengatakan hasilnya curang; otoritas Georgia mengatakan pemilihan tersebut bebas dan adil.
Di bawah Georgia Dream, hubungan dengan negara-negara Barat telah memburuk. Pada November, partai tersebut mengatakan akan membekukan perundingan aksesi Uni Eropa, yang secara tiba-tiba menghentikan tujuan nasional yang telah lama digagas.
Georgia Dream menyatakan bahwa mereka tidak pro-Rusia dan pada akhirnya ingin bergabung dengan Uni Eropa, sekaligus menjaga perdamaian dengan Moskow dan melestarikan apa yang mereka sebut sebagai nilai-nilai tradisional Kristen Ortodoks Georgia.
Partai tersebut secara luas dianggap dikendalikan oleh mantan perdana menteri miliarder Bidzina Ivanishvili, yang dikenai sanksi oleh AS atas apa yang disebutnya mempromosikan kepentingan Rusia.