Jakarta: Presiden Prabowo Subianto telah mencanangkan swasembada pangan, khususnya beras pada tahun 2027. Dengan potensi sumber daya lahan yang cukup luas, peluang merealisasikan swasembada pangan cukup besar. Apalagi bangsa Indonesia juga mempunyai pengalaman mampu mencukupi kebutuhan pangan sendiri pada 1984 silam.
Sekretaris Utama Badan Pangan Nasional (Bapanas), Sarwo Edhy menuturkan, Indonesia mempunyai 191,09 juta hektare. Di antara lahan tersebut, sekitar 9,44 juta hektare adalah lahan basah non-rawa. Sementara lahan rawa yang tersebar dari Sabang hingga Merauke mencapai 31,12 juta hektare.
“Dari luasan lahan rawa tersebut yang dapat digunakan sebagai lahan pertanian produktif itu sekitar 12,23 juta ha. Artinya apa? Kalau kita dapat mengoptimalisasikan lahan rawa 1 juta hektare saja, maka dampaknya akan besar,” kata Sarwo dalam keterangan resminya, Jumat, 7 Februari 2025.
Apalagi, tambah dia, jika pemerintah mampu mampu mengoptimalkan lahan rawa hingga 3 juta hektare, maka Indonesia dipastikan bisa memenuhi kebutuhan pangan untuk 400-500 juta penduduk.
“Karena itu, cita-cita bangsa Indonesia untuk menjadi lumbung dunia, bukanlah hanya swasembada pangan. Kalau saya optimistis, yang penting bagaimana kita bisa mengoptimalkan lahan-lahan atau sumber daya lahan yang ada di Indonesia,” imbuh Sarwo.
Tidak hanya itu, Sarwo yang pernah menjadi Dirjen Prasarana dan Sarana Kementan, mengungkapkan Indonesia memiliki 144 juta hektare lahan kering yang berpotensi besar untuk mendukung ketahanan pangan.
Peluang ini, menurut dia, semakin terbuka lebar jika teknologi seperti desalinasi, yang telah diterapkan di negara-negara seperti Arab dan Ethiopia, dapat diimplementasikan di Indonesia. Sebagai informasi, desalinasi adalah sebuah inovasi dengan mengubah air laut menjadi air tawar untuk irigasi pertanian.
“Karena itu, cita-cita untuk menjadi lumbung pangan dunia. Sehingga, Indonesia menjadi tempat negara-negara mencari makan di dunia, itu sangat memungkinkan,” tegasnya.
Ada beberapa upaya yang pemerintah bisa lakukan untuk meningkatkan produksi pangan, khusus padi. Diantaranya, meningkatkan indeks pertanaman dan memberikan bantuan benih unggul ke petani agar terjadi peningkatan produktivitas tanam.
”Upaya lain adalah penambahan luas areal penanaman, bisa melalui ekstensifikasi maupun cetak sawah. Dengan tambahan luas tanam akan meningkatan produksi,” papar dia.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (DPN HKTI), Mulyono Machmur, menjelaskan bahwa success story swasembada pangan pada 1984 tidak terlepas dari terciptanya eksosistem yang saat itu bernama
catur sarana yang terdiri dari lembaga permodalaan BRI unit desa, kios sarana produksi, penyuluh pertanian dan KUD sebagai lembaga offtaker atau pembeli hasil pertanian.
Peranan pemerintah daerah dari gubernur hingga kepala desa juga penting sebagai penggerak penggerak yang memobilisasi kegiatan. Sedankan petani dibangun partisipasinya untuk melaksanakan program pemerintah.
"Perpaduan mobilisasi dan partisipasi menjadi sinergi terwujudnya swasembada beras pada waktu itu,” terang Mulyono.
Sementara itu, Direktur Irigasi Pertanian, Ditjen Sarana dan Prasarana Pertanian, Kementerian Pertanian (Kementan), Dhani Gartina mengungkapkan pemerintah pusat akan terus memberikan dukungan melalui berbagai program strategis yang berfokus pada penguatan irigasi dan pompanisasi, termasuk optimalisasi pemanfaatan teknologi dalam pertanian untuk mewujudkan swasembada pangan.
“Kami optimis dengan penguatan irigasi dan pompanisasi serta optimalisasi pemanfaatan lahan dapat mewujudkan swasembada pangan,” pungkas Dhani.