Arsitektur Klive Beach Club di Uluwatu Bali
Menilik Struktur Cliff to Sea, Tren Arsitektur Berundak di Pesisir Uluwatu
22 December 2024 15:20
Bali: Kawasan Uluwatu kembali menjadi sorotan dalam perkembangan arsitektur bentang alam di Bali. Salah satu struktur yang menarik perhatian baru-baru ini adalah penerapan konsep tujuh level area yang menurun langsung dari tebing menuju bibir pantai, sebuah pendekatan desain yang mencoba mengintegrasikan fungsi rekreasi dengan topografi ekstrem pesisir selatan.
Konsep arsitektur bertingkat ini, menandai pergeseran desain destinasi wisata di Bali. Alih-alih meratakan lahan, pengembang kini lebih memilih mengikuti kontur alami tebing untuk menciptakan zona-zona pengalaman yang berbeda berdasarkan ketinggian dan aksesibilitas.
Secara teknis, tantangan terbesar pada lahan tebing adalah akses menuju air. Struktur berundak ini membagi area menjadi beberapa fungsi, bagian puncak sebagai area pandang (viewpoint) dan restoran, bagian tengah sebagai area semi-privat yang terlindung dari angin kencang, dan bagian dasar yang berfungsi sebagai titik akses aktivitas laut.
"Struktur ini memungkinkan transisi tanpa jeda dari aktivitas air ke area fasilitas," ujar Marketing Manager Klive Beach Club Jehan Khaleda.
Di titik terendah, pemanfaatan kondisi geografis teluk yang tenang memungkinkan aktivitas seperti penggunaan kayak transparan dan paddle board di atas terumbu karang dangkal, sesuatu yang jarang ditemukan pada tebing-tebing curam lainnya di Uluwatu yang umumnya berombak besar.
Selain pada fisik bangunan, pendekatan berbasis karakter lokal juga mulai merambah ke sektor layanan. Di sisi kuliner, penggunaan hasil bumi Bali yang dipadukan dengan teknik klasik mulai menjadi standar baru untuk menarik segmen wisatawan yang lebih kritis terhadap kualitas bahan.
Executive Chef Marco Petriacci mencatat bahwa tantangan memasak di tepi laut adalah menyesuaikan rasa dengan iklim yang intens. "Teknik klasik memberi struktur, tetapi energi sesungguhnya datang dari bahan-bahan Bali," ujarnya.
Hal senada juga terlihat pada pengolahan minuman yang kini lebih banyak mengeksplorasi flora tropis dan aroma herbal lokal untuk menyesuaikan dengan atmosfer mineralitas laut.
Kehadiran struktur-struktur bertingkat di sepanjang tebing Ungasan hingga Uluwatu ini mengubah wajah pariwisata kawasan tersebut. Jika sebelumnya Uluwatu hanya dikenal sebagai titik selancar dan pura luhur, kini diversifikasi fasilitas yang menawarkan pengalaman "cliff-to-sea" memperluas profil pengunjung yang datang.
Transformasi suasana dari siang yang fungsional menjadi area komunal di malam hari menunjukkan bagaimana arsitektur dapat mengatur ritme pergerakan manusia.
Dengan memanfaatkan cahaya alami dan sirkulasi angin tebing, struktur tujuh level ini menjadi contoh bagaimana desain mampu merespons tantangan alam sekaligus menyediakan ruang rekreasi yang terpadu.