Ilustrasi pagar laut di Kabupaten Tangerang. Foto: Metrotvnews.com/Hendrik Simorangkir.
Surabaya: Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, memastikan tidak ada Hak Guna Bangunan (HGB) maupun Hak Pengelolaan Atas Tanah (HPL) di kawasan laut Surabaya. Hal ini mementahkan adanya temuan HGB seluas 656 hektare di laut timur Surabaya.
"Ramai temuan HGB di atas HPL di kawasan mangrove yang katanya di laut timur Surabaya. Ternyata setelah dicek, kami pastikan tidak ada HGB di atas HPL di wilayah laut Surabaya," kata Eri di Surabaya, Selasa, 21 Januari 2025.
Eri terkejut ramai temuan HGB yang semula disebut berada di wilayah Surabaya. Eri mengaku langsung berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk memastikan hal tersebut.
"Setelah ramai, kami langsung berkoordinasi dengan BPN, dan ternyata wilayah itu memang masuk Kabupaten Sidoarjo," jelasnya.
Eri menegaskan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya tidak akan mengubah Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yang sudah ditetapkan, terutama di kawasan pesisir timur yang mayoritas dihuni oleh hutan mangrove. Menurutnya, kawasan mangrove memiliki fungsi penting sebagai penahan aliran air laut dan harus dipertahankan.
"Kami menjaga kawasan mangrove sebagai area hijau untuk melindungi kota dari aliran air laut," jelasnya.
Jika ada pengajuan HGB di wilayah laut Surabaya, lanjut Eri, Pemkot tidak akan mengubah tata ruang yang telah ada. Ia menekankan bahwa pembangunan wilayah harus sesuai dengan aturan RTRW dan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK).
"Pemkot Surabaya sudah membuat RTRW dan RDTRK, dan itu harus dijalankan. Selama aturan tata ruang ini tidak diubah, tidak mungkin ada pembangunan yang bertentangan di lapangan," ujarnya.
Sebelumnya HGB di laut timur Surabaya itu pertama kali ditemukan oleh netizen dengan akun X @thanthowy, yang mencuitkan hasil penelusurannya mengenai keberadaan HGB itu di sekitar kawasan Eco Wisata Mangrove Gunung Anyar Surabaya. "Ada area HGB ± 656 ha di timur Eco Wisata Mangrove Gunung Anyar: 1. 7.342163°S, 112.844088°E," tulis @thanthowy dalam cuitannya, Senin, 20 Januari 2025.
Pria yang juga dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (FEB Unair) itu, mengaku awalnya penasaran dengan ramai diperbincangkannya HGB di atas laut Tangerang. Ia pun mencoba melakukan penelusuran menggunakan aplikasi Bhumi di wilayah Surabaya.
Hasilnya, HGB seluas 656 hektare itu ditemukan di kawasan timur Eco Wisata Mangrove Gunung Anyar, Surabaya, tepatnya di koordinat 7.342163°S, 112.844088°E, 7.355131°S, 112.840010°E, 7.354179°S, 112.841929°E. "Saya menemukan area HGB ± 656 ha di timur Eco Wisata Mangrove Gunung Anyar, Surabaya," ujarnya.
Thanthowy pun menyoroti bahwa status HGB tersebut berpotensi melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 85/PUU-XI/2013, yang melarang pemanfaatan ruang di atas perairan, termasuk penerbitan HGB. "Putusan MK 85/PUU-XI/2013 melarang atau membatalkan pemanfaatan ruang (HGB dan lain-lain) di atas perairan," jelasnya.
Kasus ini menjadi sorotan publik, mengingat pentingnya perlindungan wilayah pesisir dan laut dari aktivitas reklamasi yang berpotensi merusak ekosistem. Hingga kini, belum ada klarifikasi dari pihak terkait, termasuk pemerintah daerah dan instansi yang berwenang atas perizinan lahan tersebut.
Netizen pun merespons dengan berbagai komentar, mempertanyakan bagaimana status HGB tersebut dapat diberikan di area yang tampaknya tidak memungkinkan untuk pembangunan. Sebagian besar menyuarakan keprihatinan akan kemungkinan adanya pelanggaran hukum atau penyalahgunaan kewenangan.
Mereka mendesak pemerintah agar segera melakukan investigasi lebih lanjut untuk memastikan legalitas status HGB di lokasi tersebut. Selain itu, aktivis lingkungan turut menyerukan perlunya transparansi dalam pelaksanaan proyek reklamasi, guna menjaga keseimbangan lingkungan dan mencegah potensi penyalahgunaan kewenangan.
"Coba dicek nama ploting agar jelas siapa nama pemiliknya," komentar akun bernama
@IlhamsetiawanK1.