LUPAKAN dulu kekalahan tim nasional sepak bola Indonesia dari Arab Saudi pada Kualifikasi Piala Dunia 2026 putaran keempat, Kamis, 9 Oktober 2025, dini hari. Tepikan juga dulu kekesalan kita meskipun kekalahan 2-3 yang dialami Jay Idzes dan kawan-kawan itu menipiskan peluang Indonesia lolos ke putaran final Piala Dunia 2026.
Ada dua alasan mengapa kita tak perlu larut oleh kekalahan itu. Pertama, kans 'Garuda' untuk lolos masih ada, dengan syarat tim asuhan Patrick Kluivert itu harus mengalahkan Irak pada pertandingan Minggu (12/10) dini hari. Celah peluang masih terbuka meskipun setelah menang lawan Irak pun, nasib Indonesia masih akan ditentukan hasil pertandingan terakhir Arab Saudi versus Irak.
Kedua, sesungguhnya penghiburan buat masyarakat Indonesia di bidang olahraga tak hanya datang dari sepak bola. Ada cabang olahraga (cabor) lain yang pada saat hampir berbarengan justru mampu menghadirkan kegembiraan. Bukan lewat ingar-bingar kepopuleran cabor ataupun gosip atlet-atletnya, melainkan melalui prestasi kelas dunia yang ditorehkan.
Mereka, tanpa exposure berlebihan, tanpa dukungan dan perhatian pemerintah sebesar cabor populer, nyatanya bisa menggapai pencapaian yang mengesankan sekaligus membanggakan. Semakin membuat bungah lagi karena prestasi-prestasi itu ditorehkan atlet muda yang begitu gigih membangun karier mereka sejak usia belia. Bukan anak muda karbitan, bukan atlet yang tiba-tiba muncul karena bantuan orang dalam.
Kabar baik pertama datang dari atlet angkat besi atau lifter Rizki Juniansyah yang pada awal pekan ini mampu menyabet dua medali emas pada Kejuaraan Dunia International Weightlifting Federation (IWF) 2025 di Forde, Norwegia. Ia mendapatkan emas pada kategori angkatan clean and jerk serta total angkatan pada kelas 79 kilogram putra. Bahkan untuk nomor clean and jerk itu, Rizki secara gemilang juga mencetak rekor dunia baru dengan angkatan seberat 204 kg.
Sebetulnya, itu bukan prestasi paling tinggi yang ditorehkan atlet muda asal Banten tersebut. Setahun lalu, Rizki yang ketika itu masih berusia 21 tahun 52 hari berhasil menggondol medali emas Olimpiade Paris 2024 di kelas 73 kilogram. Saat itu, dengan total angkatan 365 kg, ia juga sukses memecahkan rekor dunia kelas 73 kg putra.
Melalui prestasi puncaknya di Olimpiade, Rizki berhasil melampaui seniornya yang sangat ia hormati, Eko Yuli Irawan, menjadi atlet angkat besi Indonesia pertama yang meraih medali emas Olimpiade. Ia juga mencatatkan diri sebagai atlet Indonesia peraih medali emas Olimpiade termuda. Sebelumnya, catatan itu dipegang Susy Susanti selama 32 tahun saat ia mendulang emas Olimpiade Barcelona 1992.
Kabar baik selanjutnya ialah capaian yang tak kalah keren dari petenis muda Janice Tjen. Pada awal pekan ini ia mampu menembus 100 besar rangking World Tennis Association (WTA) di sektor tunggal putri. Seperti dilansir dari laman resmi WTA Tennis, Selasa, 7 Oktober 2025, Janice kini menduduki posisi ke-99 dunia dengan raihan total 759 poin.
Apa istimewanya? Keberhasilan Janice merangsek ke jajaran elite petenis dunia itu jelas bukan prestasi kaleng-kaleng. Sudah 21 tahun petenis Indonesia absen masuk di jajaran itu sejak Angelique Widjaja pada 2004. Lebih istimewa lagi, capaian Janice datang hanya 16 bulan setelah dirinya tak memiliki peringkat sama sekali.
Petenis 23 tahun itu baru mulai meniti karier profesional pada medio 2024. Dalam kurun satu tahun berhasil mengoleksi 13 gelar ITF Circuit dari Juni 2024 hingga Juni 2025. Puncaknya ia sukses menembus babak kedua turnamen AS Terbuka 2025, Agustus lalu. Lagi-lagi ia mampu menyamai prestasi Angelique Widjaja sebagai petenis Indonesia yang memenangi pertandingan di babak utama grand slam. Terakhir Angelique melakukan itu di Prancis Terbuka 2003.
Kalau kita tarik ke belakang lagi, ada atlet bulu tangkis muda Alwi Farhan yang sepanjang tahun ini konsisten menyuguhkan permainan menjanjikan sehingga berhasil merangsek ke jajaran elite pebulu tangkis tunggal putra dunia. Alwi hadir menjadi harapan di tengah merosotnya prestasi Anthony Sinisuka Ginting dan inkonsistensi permainan Jonatan Christie, dua punggawa tunggal putra Indonesia selama ini.
Di awal Agustus, Alwi sukses menggapai gelar pertama dia di turnamen BWF super 300, yaitu di Makau Terbuka. Tak sampai sebulan setelah itu, kiprahnya di Kejuaran Dunia BWF 2025 juga menuai banyak pujian. Pemain berusia 20 tahun yang hadir menggantikan posisi Viktor Axelsen yang absen karena cedera punggung itu mampu lolos hingga babak 16 besar.
Dalam rangking BWF, Alwi juga terus menanjak. Per 30 September, ia sudah berada di peringkat ke-17 dunia, melesat dari posisi ke-46 pada akhir 2024. Dengan permainannya dan lompatan 30 peringkat dalam waktu sembilan bulan itu, publik bulu tangkis meyakini Alwi menyimpan potensi besar untuk 'menguasai' panggung bulu tangkis dunia pada masa mendatang.
Namun, memang harus diakui, di negeri ini tidak ada cabor yang mengalahkan kepopuleran sepak bola. Saat kering prestasi pun, predikat sepak bola sebagai cabang pendulang antusiasme masyarakat terbesar tak tergantikan. Apalagi kini ketika peluang untuk bisa tampil di putaran final Piala Dunia ada di depan mata, kepopuleran mereka kian menjulang senyampang dengan atensi publik yang semakin tinggi.
Tidak ada yang salah dengan itu. Namun, sekali lagi, penghiburan dari sektor olahraga tidak melulu datang dari sepak bola. Bahkan kalau mau jujur, sepak bola Indonesia kiranya lebih banyak menawarkan kekecewaan ketimbang kegembiraan. Setidaknya dari sisi prestasi.
Dewan Redaksi Media Group Ahmad Punto/MI
Sebagian cabor itu mungkin kalah pamor, kalah populer ketimbang sepak bola, tapi mereka unggul dalam hal prestasi. Pencapaian Rizki, Janice, dan Alwi ialah contoh betapa prestasi tak selalu berbanding lurus dengan kepopuleran. Bukankah itu seharusnya sudah bisa menjadi alasan kuat bagi kita, terutama negara, untuk menyamakan level perhatian kepada cabor unggul prestasi itu seperti halnya kepada sepak bola?
Sambil berharap itu, mari kita tetap mendoakan timnas 'Garuda' agar pada laga Minggu dini hari nanti bisa membekuk Irak dengan skor telak.