Ilustrasi program MBG. Foto: dok MI.
Husen Miftahudin • 16 November 2025 10:37
Jakarta: Program Makan Bergizi Gratis (MBG) diyakini bisa mendongkrak ekonomi nasional hingga Rp900 triliun. Adapun tujuan utama MBG adalah memicu dampak tidak langsung (multiplier effect) yang mengubah perekonomian di tingkat daerah.
"MBG itu bukan sekadar memberi nutrisi. Hal yang lebih esensial lagi adalah perputaran ekonomi langsung ke sektor riil, ke desa-desa. Selain itu, dengan alokasi anggaran sekitar Rp300 triliun setahun, prediksi saya dampak ekonomi tidak langsung dari MBG bisa mencapai tiga kali lipatnya, yaitu Rp900 triliun," kata ekonom sekaligus mantan Direktur Program Magister Manajemen FEB UI Harryadin Mahardika dikutip dari keterangan tertulis, Minggu, 16 November 2025.
Dijelaskan lebih lanjut, dampak langsung dari program ini adalah penciptaan lapangan kerja. Dari 22 ribu dapur yang saat ini beroperasi, ada minimal 30 pegawai yang bekerja di dapur. Dengan begitu serapan tenaga kerjanya mencapai lebih dari 600 ribu.
Diketahui, sebanyak 73,7 persen tenaga kerja Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kota Surakarta didominasi warga lokal, terutama ibu rumah tangga di sekitar lokasi. Selain itu, upah pegawai SPPG diupah sedikit lebih tinggi dari UMR setempat, menjamin daya beli masyarakat lokal meningkat.
"Setahu saya, (upah) pegawai SPPG ditetapkan sedikit lebih besar dari UMR daerah tersebut. Memang mereka dibayar harian, tapi kalau dikalkulasikan, pegawai SPPG di semua daerah itu hampir diupah lebih besar dari UMR daerahnya," ungkap Harryadin.
(Ilustrasi program makan bergizi gratis. Foto: MGN/Husni Nursyaf)
Berkah bagi petani dan peternak lokal
Selain penciptaan lapangan kerja, MBG menjadi berkah bagi petani dan peternak lokal. Konsep ideal program ini mengharuskan SPPG membeli bahan baku langsung dari produsen lokal. Dengan mempersempit rantai distribusi, petani dan peternak yang biasanya menjual murah ke pengepul atau tengkulak, kini bisa langsung menjual produknya ke SPPG dengan harga pasar yang lebih baik.
"Satu SPPG yang membelanjakan Rp10 ribu untuk 3.000 porsi per hari menciptakan perputaran ekonomi lokal hingga Rp30 juta per hari," tambah Harryadin.
Sebagai ilustrasi, di Kota Surakarta, Jawa Tengah, terdapat 19 SPPG yang beroperasi. Perputaran ekonomi yang beredar di SPPG Kota Surakarta sendiri mencapai Rp570 juta setiap harinya. Tidak hanya itu, dampak ekonomi tidak langsung dari MBG juga bisa dirasakan masyarakat. Dari sisi orang tua siswa, uang jajan anak sekolah kini bisa ditabung ataupun dialokasikan ke kebutuhan lain.
Kemudian MBG juga memicu tumbuhnya jasa bengkel mobil dan service elektronik lokal, karena ada kebutuhan perawatan rutin peralatan dapur SPPG seperti barang elektronik dan mobil angkutan.
MBG juga berdampak terhadap industri konstruksi. Dengan target pembangunan 30 ribu SPPG, program ini akan menyerap tenaga kerja dan material konstruksi dalam jumlah besar. Terakhir, pemanfaatan limbah dapur SPPG seperti sisa makanan, menjadi pakan ternak atau pupuk kompos. Tentunya kedua komponen tersebut menciptakan nilai tambah baru bagi petani dan peternak lokal.
Dari dampak langsung dan tidak langsung MBG, secara makro ekonomi, Harryadin memperkirakan MBG mampu menyumbang sebesar 0,15 peren sampai 0,20 persen bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
"Jika kuartal III kemarin kita tumbuh 5,04 persen, dengan adanya tambahan efek ekonomi dari MBG, harapannya negara bisa tumbuh di angka 5,1 persen sampai 5,2 persen di akhir tahun ini. Program ini revolusioner. Ini kesempatan kita untuk mengawasi dan mengerjakannya bersama-sama. Jangan skeptis, karena pada kenyataannya tidak ada yang dirugikan di sini, semua diuntungkan," tutup dia.