Ini 3 Tantangan Pelaksanaan Koperasi Merah Putih

Ilustrasi. Foto: Dok istimewa

Ini 3 Tantangan Pelaksanaan Koperasi Merah Putih

Ihfa Firdausya • 30 July 2025 11:25

Jakarta: Peneliti Pusat Ekonomi Digital dan UMKM Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Fadhila Maulida menyebut masih ada sejumlah tantangan dalam menjalankan Koperasi Merah Putih. Apalagi pemerintah telah memberikan dukungan pendanaan kepada bank Himbara untuk menyalurkan pinjaman kepada Koperasi Merah Putih.

Pertama adalah kapasitas SDM desa masih rendah. Fadhila menunjukkan fakta bahwa tingkat pendidikan di pedesaan masih cukup rendah. Mayoritas hanya lulusan SMP/sederajat hingga SMA/sederajat. Hal ini tercermin juga pada tingkat pendidikan kepala desa yang lebih dari 50 persen merupakan lulusan SMA/sederajat pada 2021.

Menurutnya, kapasitas SDM berkaitan erat dengan isu tata kelola, minimnya SDM dapat mengurangi kualitas tata kelola. Padahal, pengelolaan dana yang besar untuk koperasi desa ini membutuhkan kecakapan manajerial, seperti pengelolaan keuangan, operasional, pemasaran, dan lain-lain. Jika tidak dikelola dengan baik, maka akan timbul masalah yang membuat koperasi stagnan hingga tutup.

“Berdasarkan survei Kompas Litbang pada 16-19 Juni 2025 terhadap 512 responden tersebar di 38 provinsi, menunjukkan sebanyak 26,8 persen responden menyatakan tahu dan mengikuti perkembangan program ini, 28,5 persen hanya sekadar pernah mendengar, sementara 44,7 persen responden menyatakan baru mengetahui program ini saat survei berlangsung,” katanya dalam konferensi pers dikutip Rabu, 30 Juli 2025.

Untuk itu, lanjutnya, pemerintah perlu benar-benar menaruh perhatian untuk peningkatan SDM di desa. Pemberian pelatihan secara terstruktur dan berjenjang khususnya untuk kebutuhan kompetensi pengurus koperasi mutlak dilakukan.
 

Baca juga: 

Dukung Pinjaman Kopdes, Pemerintah Suntik Dana SAL ke 4 Bank



(Koperasi Merah Putih di Kecamatan Wonosari. Foto: Dok Setpres)

Waspadai potensi korupsi dan tumpang tindih usaha

Kedua adalah terkait potensi korupsi. Sebagai informasi, dana awal yang akan diterima oleh setiap unit koperasi mencapai Rp3 miliar-Rp5 miliar. Fadhila menyebut ada potensi moral hazard akibat persepsi bantuan sebagai dana gratis. Selain itu pendekatan yang top-down membuat rasa kepemilikan dan komitmen anggota terhadap keberjalanan koperasi lemah, terlebih jika telah dikuasai individu tertentu.

Ia pun mencontohkan data bahwa kasus korupsi tertinggi pada 2023 ialah di sektor desa. Sekitar 50 persen pelaku tindak korupsi di desa merupakan kepala desa terhadap dana desa.

Ketiga adalah tumpang tindih dan persaingan Kopersi Merah Putih. Selama 10 tahun terakhir, katanya, BUMDes memberdayakan pengusaha lokal sebagai grosir pada level desa untuk menyediakan kebutuhan masyarakat desa dengan harga terjangkau. Sementara berdasarkan paparan Kemenkop terkahir, justru kopdes juga akan memiliki peran itu.

“Namun belum ada regulasi jelas terkait peran keduanya, apakah dapat berkolaborasi atau justru saling tumpang tindih. Selain itu perlu ada diferensiasi produk memiliki nilai yang berbeda,” ungkapnya. 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Eko Nordiansyah)