Ilustrasi beras. Foto: MI/Susanto
M Ilham Ramadhan Avisena • 23 September 2024 11:44
Jakarta: Kepala Peneliti Food, Energy, and Sustainable Development dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov mengkritik rekomendasi yang diberikan Bank Dunia untuk Indonesia terkait ketahanan pangan.
Pasalnya, lembaga internasional itu justru menyarankan agar Indonesia membuka keran impor untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri.
"Ini kontradiktif dengan pandangan kita. mestinya impor pangan itu bukan jadi bagian integral dalam pangan kita," ucap Abra dilansir Media Indonesia, Senin, 23 September 2024.
.jpg)
Ilustrasi beras impor. Foto: MI/Usman
Impor jalan terakhir
Dia menekankan impor itu jadi jalan terakhir kalau memang kecukupan produksi nasional tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Laporan Bank Dunia menyebutkan, harga beras di Indonesia lebih mahal 20 persen dari rerata harga internasional. Hal itu disebut menunjukkan adanya permasalahan yang mesti segera diatasi lantaran komoditas itu merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia.
Harga mahal itu juga berbanding terbalik dengan realitas yang ada. Mestinya, jika harga beras mahal, petani mengalami peningkatan kesejahteraan. Faktanya, kesejahteraan petani cenderung stagnan.
"Bahkan di 2023 lalu, tingkat kesejahteraan petani di tanaman pangan lebih rendah dari hortikultura. Padahal, harga gabah di tingkat petani mengalami kenaikan, tapi kesejahteraan petani tidak naik," tutur dia