Kereta Cepat Whoosh. Foto: Metro TV/Fani Maulana/Glory Natha.
Jakarta: PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) mengaku tidak merugi meski mengoperasikan Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh tanpa dipungut bayaran selama sebulan. Sejak Jumat, 15 September hingga pertengahan Oktober 2023 ini, masyarakat bisa menjajal moda transportasi itu secara gratis dengan mendaftar ke KCIC.
General Manager Corporate Secretary KCIC Eva Chairunisa menjelaskan pihaknya sudah meneken kontrak kerja sama dengan sejumlah pihak perihal pengoperasian kereta cepat pertama di Asia Tenggara itu. Ia mencontohkan KCIC telah melakukan kesepakatan dengan PT PLN (Persero) dalam pembangunan infrastruktur listrik kereta cepat sejak tahapan proses uji coba tanpa penumpang.
"Iya (tidak merugi), ini tidak memberatkan karena kita sudah ada kontrak saat pra uji coba hingga sekarang. Misalnya, dengan PLN ada pembayaran minimum. Mau keretanya dijalankan satu kali, tiga kali atau lebih, tidak ada masalah," kata Eva saat dihubungi Media Indonesia, Rabu, 4 Oktober 2023.
Meski tidak merinci berapa nominal kontrak kerja sama yang dilakukan KCIC dengan sejumlah pihak, Eva menegaskan pihaknya akan memanfaatkan secara optimal kesepakatan tersebut untuk mengoperasikan kereta cepat relasi Jakarta-Bandung.
"Nominal kerja samanya varian. Kita sudah jalin kerja sama dengan banyak pihak saat pengetesan sarana dan prasarana. Mau ada penumpang atau tidak, sama saja. Sudah dianggarkan. Bahkan, dengan ada penumpang akan lebih efektif," ujar Eva.
Gandeng 20 perusahaan
Dilansir laman resmi KCIC, pada Februari 2023, operator Kereta Whoosh menggandeng 20 perusahaan melakukan penandatanganan MoU (Memorandum of Understanding) untuk berbagai aspek layanan kereta cepat. Mulai dari penjualan tiket, sistem pembayaran, pengembangan kawasan dan aksesibilitas, serta integrasi moda transportasi.
Adapun perusahaan-perusahaan yang terlibat ialah dengan badan usaha milik negara (
BUMN), seperti Bank Mandiri, Telkom, BRI, BNI, BJB. Lalu, dengan badan usaha milik daerah (BUMD), kemudian dengan pihak swasta seperti menggandeng Nusatrip, Tiket.com, Traveloka, Voltras Travel, Pointer, Jaklingko, GoTo, Grab, dan lainnya.
Eva kemudian menambahkan, KCIC akan mengumumkan tarif resmi Kereta Whoosh ke publik sebelum masa pengoperasian secara gratis berakhir pada pertengahan Oktober ini. Kisaran harga yang akan dipatok sebesar Rp250 ribu hingga Rp350 ribu per sekali perjalanan.
"Nanti kita akan infokan sebelum kereta cepat diterapkan berbayar," tutur dia.
Baca juga: Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung Terancam Tak Menguntungkan
Susah balik modal
Sebelumnya, pakar kebijakan publik Agus Pambagio menilai pemerintah masih gamang menentukan besaran tiket kereta cepat relasi Jakarta-Bandung karena dipastikan sulit balik modal. Hal ini lantaran utang yang menggunung dan kebutuhan yang besar untuk satu kali mengoperasikan kereta cepat.
Adapun total biaya pembangunan proyek Kereta Whoosh sebesar USD7,2 miliar atau setara Rp112 triliun (Rp15.626). Dengan USD1,2 miliar di antaranya merupakan pembengkakan biaya (
cost overrun) yang telah disepakati antara Indonesia dan Tiongkok.
"Pasti sulit untuk balik modal. Investasi proyek ini capai Rp100 triliun lebih. Pemerintah masih bingung menentukan berapa sih besaran tiketnya," kata Agus.
Untuk biaya pengoperasian kereta cepat, Agus menjelaskan untuk satu kali keberangkatan Kereta Whoosh dengan kebutuhan daya listrik sekira 260 mega volt ampere (MVA) memakan biaya listrik sekitar Rp9,4 juta. Lalu, KCIC juga harus menanggung biaya persinyalan ke Telkomsel dengan penggunaan teknologi Global System Mobile-Railway (GSM-R) di spektrum 900 Mhz.
"Biaya listrik itu kita asumsikan menelan Rp200 juta untuk 10 kali keberangkatan pulang-pergi kereta. Persinyalan juga harus dibayar. Enggak mungkin PLN dan Telkomsel menanggung terus," ucapnya.
Agus menilai dengan perkiraan tiket sebesar Rp250 ribu sampai Rp350 ribu, bukan harga ideal yang harus dibayarkan masyarakat untuk naik kereta cepat.
"Pasti rugi lah kalau harganya misalnya Rp250 ribu-Rp350 ribu. Tapi, tidak mungkin juga kalau dipatok Rp1 juta per orang. Jadi, harus dicari titik ekuilibrium untuk kesanggupan pemerintah," tutur dia.
(INSI NANTIKA JELITA)