Ketua MPR: Kesenjangan Menjadi Realitas yang Harus Disikapi dengan Bijaksana

Ketua MPR Bambang Soesatyo. Dok. Istimewa

Ketua MPR: Kesenjangan Menjadi Realitas yang Harus Disikapi dengan Bijaksana

Achmad Zulfikar Fazli • 5 July 2024 14:56

Jakarta: Ketua MPR Bambang Soesatyo mengapresiasi kehadiran buku 'Pikiran dan Ide Prof. H. Paiman Raharjo'. Berbagai macam pemikiran unik ditulis di dalam buku tersebut.

Bamsoet, sapaan akrab Bambang, menjelaskan lewat buku ini, Prof. Paiman membuktikan kesuksesan tidak pernah bersifat diskriminatif, atau memihak berdasarkan strata ekonomi, kelas sosial, atau berbagai label atributif sosial lainnya. Kesuksesan akan menjadi milik siapa saja yang mau bekerja keras, pantang menyerah, serta menyandarkan diri pada nilai-nilai dan norma agama.

"Dari buku ini kita bisa belajar, bahwa hidup itu seperti maraton, yang harus dijalani dan dinikmati setiap prosesnya. Bukan lari sprint yang hanya berorientasi pada perolehan hasil yang serba cepat. Hidup meniscayakan kita untuk melewati proses yang panjang untuk mencapai sebuah kesuksesan. Tidak bisa secara serta merta, apalagi dengan menghalalkan segala cara," ujar Bamsoet saat membuka bedah buku 'Pikiran dan Ide Prof. Paiman Raharjo' di kantor Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Jakarta, Kamis, 4 Juli 2024.

Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI (Ormas Pendiri Partai Golkar) ini menerangkan dalam konteks ke-Indonesiaan, buku ini mengajak untuk berkontemplasi, jurang kesenjangan sosial-ekonomi masih menjadi realitas sosial yang harus disikapi dengan bijaksana. Persoalan lain yang mengemuka, bahkan dalam kehidupan bermasyarakat yang ada di sekitar, masih sering dijumpai contoh perilaku yang tidak bertanggung jawab, tidak jujur, dan diskriminatif, yang terlanjur dianggap lazim sebagai fenomena sosial.

"Dalam konteks pembangunan di Indonesia, buku ini juga mengajak pembaca untuk menata dan meneguhkan kembali orientasi pembangunan nasional. Misalnya, sebagai negara agraris dan kepulauan, arah pembangunan Indonesia tidak seharusnya hanya cenderung pada pembangunan negara industri saja. Sebutan negara agraris bagi negara yang masih menggantungkan impor hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan, tentunya menjadi suatu paradoks," terang Bamsoet.
 

Baca Juga: 

Optimalkan DAK Non Fisik untuk Tangani Isu Perempuan dan Anak


Dia menambahkan dalam konteks kehidupan politik di Tanah Air, keteladanan perilaku dari para elite politik masih menjadi persoalan tersendiri. Tidak jarang, syahwat politik dapat membutakan mata hati para elite politik, yang terus merasa haus akan kekuasaan. Sehingga tidak sadar kapan harus menghentikan ambisi politik demi kepentingan yang lebih besar.

"Pesan moral yang dapat kita jadikan cerminan dari buku ini adalah jalan kehidupan tidak selamanya mulus, terkadang kita dihadapkan pada berbagai tantangan yang menghadang. Di sisi lain, kita pun tidak boleh bersikap apatis dan pesimis, karena masih banyak tokoh masyarakat dan tokoh bangsa, yang kisah perjalanan hidupnya dapat kita jadikan inspirasi, seperti kisah Prof. Paiman," ujar Bamsoet.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)