Ilustrasi bansos. Foto: Medcom.id
Husen Miftahudin • 6 September 2023 15:37
Jakarta: Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini menyampaikan progres perbaikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) di 2020 banyak mendapatkan catatan dari BPK, BPKP, dan KPK.
Risma menyatakan, potensi kerugian negara dalam penyaluran bansos lebih dari Rp523 miliar per bulan dapat diselamatkan melalui ketidaklayakan penerima bansos yang dilakukan bersama pemerintah daerah sebanyak 2.284.992 Keluarga Penerima Manfaat (KPM)
Bersama pemerintah daerah juga telah berhasil diperbaiki 41.377.528 data dan telah diterima 21.072.271 data usulan baru, yang sudah mendapatkan bansos sebanyak 15.294.921 jiwa dan yang diusulkan masuk DTKS sudah mencapai 4.473.332 jiwa.
Risma juga menyampaikan potensi kerugian negara penyaluran bansos sebesar Rp140 miliar per bulan dapat diselamatkan bersama dengan kerja sama KPK, Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri, Ditjen AHU Kementerian Hukum dan HAM, Badan Kepegawaian Negara, serta BPJS Ketenagakerjaan.
Sebanyak 493.137 penerima bansos yang gajinya diatas UMK, 23.879 ASN dan 13.369 data yang terdaftar pada Ditjen AHU, sudah dikembalikan ke daerah untuk diverifikasi ulang.
Risma mengungkapkan, sejak menjabat, ia telah menerima banyak masukan dari BPK, BPKP, dan lembaga lainnya terkait upaya pembersihan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), sehingga pada Agustus 2023 sebanyak 68. 211.528 data sudah ditidurkan atau di-non ops-kan.
"Sejak awal saya menjabat sebagai Menteri Sosial, saya menerima banyak surat cinta dari BPK, BPKP, atau lembaga lain yang isinya data kami tidak berintegritas. Kemudian ada juga masalah transparansi dan regulasi data bansos. Dari sanalah kami bertekad melakukan perbaikan," ungkapnya dilansir dari keterangan resmi, Rabu, 6 September 2023.
Selain itu, Risma menilai pembaruan data selama dua tahun (sesuai UU), atau bahkan enam bulan sekali dinilai masih sangat lambat. Karena data kependudukan berubah cepat, baik ada yang meninggal, berpindah domisili, bayi lahir, dan sebagainya.
Karena itu, dia mengusulkan adanya pembaruan data tiap satu bulan sekali. "Maka, pada 2021, kami sudah mencoba evaluasi tiap enam bulan, itu data sudah tidak update. Karena itulah deviasinya terlalu tinggi jika kami melakukan pembaruan tiap dua tahun sekali. Risiko ketidakakuratan data sangat tinggi. Akhirnya, saya usulkan agar memperbarui data tiap bulan," tutur Risma.
Baca juga: Mensos Risma Ungkap Ada Penerima Bansos Punya Rumah Seperti Istana