Kautsar Widya Prabowo • 22 April 2025 16:51
Jakarta: Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Hendry Ch Bangun merespons penetapan tersangka Direktur Pemberitaan JAKTV, Tian Bahtiar, oleh Kejaksaan Agung. Hendry menilai perkara terkait perintangan penyidikan kasus timah dan impor gula ini, diselesaikan melalui mekanisme etik pers.
"Menurut saya, berita itu masuk ranah etik, seberapa parah pun isinya. Kalau dianggap beritikad buruk, ya diberi hak jawab atau diminta minta maaf. Jika perlu, bisa dimintakan penilaian ke Dewan Pers. Bukan langsung ditangkap," ujar Hendry dalam keterangan tertulis, Selasa, 22 April 2025.
Hendry menegaskan bahwa Kejagung tidak memiliki kompetensi untuk menilai suatu karya jurnalistik. Menurutnya, lembaga yang berwenang untuk itu adalah Dewan Pers, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.
"Penilaian terhadap berita, apakah itu negatif, beritikad buruk, atau partisan, ada di tangan Dewan Pers. Bukan lembaga lain," tegas Hendry.
Ia juga mengingatkan Dewan Pers dan Polri telah disepakati Nota Kesepahaman (MoU), bahkan diperkuat Perjanjian Kerja Sama (PKS). Perjanjian itu menyepakati bahwa Dewan Pers harus terlebih dahulu dimintai pendapat, jika ada pihak yang ingin memidanakan karya jurnalistik.
"MoU dan PKS ini mengikat semua pihak. Kejaksaan Agung seharusnya menghormatinya, bukan langsung menahan wartawan tanpa melibatkan Dewan Pers," ujar Hendry.
Terkait tuduhan adanya bayaran yang masuk ke rekening pribadi Tian Bahtiar, Hendry menyatakan bahwa hal itu seharusnya terlebih dahulu diklarifikasi. Khususnya, kepada manajemen media tempatnya bekerja.
Jika terbukti menyimpang, maka sanksi administratif bisa dijatuhkan oleh atasannya. Misalnya, berupa skorsing.
"Kalau berita dianggap
obstruction of justice, itu penilaian yang keliru. Pers punya hak untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan. Kalau pun ada itikad buruk, harus dibuktikan melalui mekanisme etik, bukan langsung diproses pidana," jelasnya.
Hendry menegaskan bahwa jika pendekatan semacam ini terus dilakukan, akan ada risiko kriminalisasi terhadap pers. Hendry berharap Kejaksaan Agung bersikap bijak.
"PWI Pusat berharap Kejaksaan Agung menghargai UU Pers, yang seperti disampaikan Presiden Prabowo Subianto saat berkunjung ke PWI, merupakan bagian penting dari demokrasi yang kita anut," tandasnya.
Kejagung mengggeledah sejumlah saksi dalam kasus suap impor crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah. Dari penggeledahan tersebut, penyidik menetepakan tiga tersangka baru dan menyita dokumen, barang bukti elektronik (BBE) berupa ponsel dan laptop.
Hal itu disampaikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Abdul Qohar di Gedung Kejagung, Selasa, 22 April 2025, pukul 00.35 WIB. Tiga tersangka baru adalah MS, JS, dan TB.
“Pertama MS selaku advokat korporasi, kedua JS selaku dosen dan advokat, dan ketiga TB selaku Direktur Pemberitaan Jak TV,” kata Abdul Qohar dikutip dari Breaking News, Metro TV.