Indonesia Didorong Perkuat Ekonomi Domestik Demi Halau Tarif AS

Ilustrasi. Foto: dok MI.

Indonesia Didorong Perkuat Ekonomi Domestik Demi Halau Tarif AS

M Ilham Ramadhan Avisena • 16 April 2025 18:37

Jakarta: Direktur Pascasarjana Universitas Airlangga Badri Munir Sukoco menyerukan perlunya Indonesia memanfaatkan kekuatan pasar domestik untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing ekonomi di tengah tren deglobalisasi global dan ketegangan geopolitik.

Menurut dia, Indonesia terlalu terpaku pada dinamika global dan lupa bahwa kekuatan terbesar justru ada di dalam negeri. "Ketika kompleksitas ekonomi suatu negara meningkat, maka nilai tambah produknya akan ikut naik, dan ujungnya PDB ikut terdongkrak," kata Badri dalam Forum Diskusi Denpasar 12 secara daring, Rabu, 16 April 2025.

Badri mencontohkan bagaimana Amerika Serikat (AS) mengalami penurunan kompleksitas ekonomi dari peringkat tujuh dunia pada 2000 menjadi peringkat 14 pada 2022. Sementara itu, Indonesia juga mengikuti tren yang sama dari peringkat 54 di 2000, turun ke 78 pada 2022, meski sedikit naik ke 70 di tahun berikutnya.

"Barang yang kita jual mayoritas masih berupa minyak, gas, dan CPO. Sementara Vietnam, dari peringkat 94 di 2000, sekarang sudah naik ke 53. Itulah kenapa kontrak manufaktur global banyak lari ke sana," jelas dia.
 

Baca juga: Dampak Tarif AS Sudah Mulai Terasa, Rupiah hingga Ekspor Indonesia Amburadul


(Ilustrasi. Foto: dok Kemenkeu)
 

Bangun ekosistem super creative core


Badri mendorong Indonesia untuk membangun ekosistem super creative core, yakni wirausaha berbasis pengetahuan (knowledge-based entrepreneurs) yang bisa menggantikan ketergantungan pada produk impor.

"Kalau satu usaha knowledge base bisa serap 20 pekerja, kita butuh 200 ribu hingga 250 ribu usaha baru. Itu bisa bantu penciptaan lapangan kerja dan memperkuat struktur ekonomi kita," kata Badri

Dia juga memperingatkan bahaya pengangguran terdidik jika anak muda tidak diberi ruang aktualisasi. Ia mencontohkan model Tiongkok yang mendorong kompetisi kewirausahaan berbasis inovasi di tingkat kabupaten hingga nasional, yang akhirnya menjadi basis munculnya BUMN dan BUMD baru.

"Tiongkok punya 180 ribu BUMN dan 900 ribu BUMD, lahir dari kompetisi yang dibiayai negara. Indonesia bisa adopsi pendekatan serupa, tapi perlu komitmen kuat dari pemerintah pusat hingga daerah," tutur Badri.

Lebih lanjut, dia juga mendorong agar menutup Indonesia berani bicara tentang kepentingan nasional dan berhenti sekadar menjadi pasar bagi produk asing. "Kalau kita tidak mengelola domestic market kita sendiri sebagai fondasi pertumbuhan, mimpi jadi negara maju hanya akan tinggal wacana," kata Badri.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)