Ekonomi Tiongkok Terancam Jeblok Gara-gara Tekanan Tarif Trump

Ilustrasi Bendera Tiongkok. Foto: dok Xinhua/Yin Gang.

Ekonomi Tiongkok Terancam Jeblok Gara-gara Tekanan Tarif Trump

Husen Miftahudin • 15 July 2025 08:59

Beijing: Perekonomian Tiongkok diperkirakan melambat pada kuartal kedua 2025 akibat ketegangan perdagangan dan penurunan properti yang berkepanjangan. Kondisi tersebut menekan permintaan dan meningkatkan tekanan pada pembuat kebijakan untuk meluncurkan stimulus tambahan guna mendukung pertumbuhan.
 
Ekonomi nomor dua dunia tersebut sejauh ini terhindar dari perlambatan tajam yang sebagian disebabkan oleh gencatan senjata perdagangan antara Amerika Serikat (AS)-Tiongkok yang rapuh dan dukungan kebijakan, tetapi pasar bersiap menghadapi paruh kedua yang lebih lemah karena ekspor kehilangan momentum, harga terus turun, dan kepercayaan konsumen tetap rendah.
 
Mengutip Investing.com, Selasa, 15 Juli 2025, data yang akan dirilis diperkirakan menunjukkan produk domestik bruto (PDB) Tiongkok pada kuartal II-2025 hanya tumbuh 5,1 persen (yoy), melambat dari pertumbuhan 5,4 persen (yoy) pada kuartal pertama, menurut jajak pendapat Reuters.
 
Laju pertumbuhan yang diproyeksikan masih akan melampaui proyeksi 4,7 persen dalam jajak pendapat Reuters pada April dan secara umum masih sejalan dengan target resmi setahun penuh di sekitar 5,0 persen.
 
Analis di Morgan Stanley dalam sebuah catatannya mengungkapkan, meskipun pertumbuhan ekonomi tetap tangguh pada tahun ini, mereka masih memperkirakan pertumbuhan akan melambat pada paruh kedua tahun ini, akibat imbal hasil ekspor yang terlalu tinggi, siklus umpan balik deflasi negatif yang berkelanjutan, dan dampak tarif terhadap ekspor langsung ke AS serta siklus perdagangan global.
 
Menurut mereka. pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada kuartal ketiga juga bisa melambat menjadi 4,5 persen atau lebih rendah. Sementara kuartal keempat menghadapi efek dasar yang kurang menguntungkan, sehingga membahayakan target pertumbuhan tahunan.
 
Mereka memperkirakan Beijing akan mengeluarkan anggaran tambahan sebesar USD0,5 triliun hingga USD1 triliun yuan atau sekitar USD69,7 miliar sampai USD139,5 miliar, mulai akhir kuartal ketiga.
 

Baca juga: Tiongkok Perkuat Hubungan Dagang dengan Indonesia dan Asia Tenggara


(Ilustrasi, ekonomi Tiongkok. Foto: Unsplash)
 

Ekspor bergairah

 
Di sisi lain, ekspor Tiongkok kembali bergairah pada periode Juni. Sementara, impor meningkat lagi, karena pabrik-pabrik mempercepat pengiriman untuk memanfaatkan gencatan senjata tarif yang rapuh antara Beijing dan Washington menjelang tenggat waktu Agustus yang semakin dekat.
 
Adapun, data PDB akan dirilis pada Selasa pukul 02.00 GMT. Data terpisah mengenai aktivitas Juni diperkirakan akan menunjukkan perlambatan output industri dan penjualan ritel.
 
Secara triwulanan, perekonomian diperkirakan tumbuh 0,9 persen pada triwulan kedua, melambat dari 1,2 persen pada Januari-Maret, demikian yang ditunjukkan jajak pendapat tersebut.
 
Pertumbuhan PDB Tiongkok di sepanjang 2025 diperkirakan akan mendingin ke angka 4,6 persen. Angka ini lebih rendah dari target resmi, dari 5,0 persen tahun lalu, dan akan menurun lebih jauh lagi ke angka 4,2 persen pada 2026, menurut jajak pendapat tersebut.
 
Beijing telah meningkatkan belanja infrastruktur dan subsidi konsumen, di samping pelonggaran moneter yang stabil. Pada Mei, bank sentral memangkas suku bunga dan menyuntikkan likuiditas sebagai bagian dari upaya yang lebih luas untuk melindungi perekonomian dari tarif perdagangan Presiden AS Donald Trump.
 
Namun pengamat dan analis Tiongkok mengatakan stimulus saja mungkin tidak cukup untuk mengatasi tekanan deflasi yang mengakar, karena harga produsen pada Juni turun pada laju tercepat dalam hampir dua tahun.
 
Harapan berkembang Tiongkok dapat mempercepat reformasi sisi penawaran untuk mengekang kelebihan kapasitas industri dan menemukan cara baru untuk meningkatkan permintaan domestik.
 
Para analis mengatakan, ini merupakan tantangan berat karena para pemimpin Tiongkok menghadapi tindakan penyeimbangan yang rumit dalam upaya mereka untuk memangkas produksi sambil menjaga stabilitas ketenagakerjaan di tengah prospek pasar tenaga kerja yang makin memburuk.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)