Tbilisi:
Demonstran di
Georgia menggunakan senjata kembang api darurat terhadap polisi antihuru-hara saat
bentrokan dengan pemerintah pro-Rusia di ibu kota Tblisi.
Kekerasan meletus di luar gedung parlemen Georgia antara polisi dan demonstran yang memprotes keputusan pemerintah untuk menunda perundingan keanggotaan Uni Eropa di tengah krisis pasca-pemilu.
Ribuan orang berkumpul di ibu kota Georgia, Tbilisi, pada hari Sabtu dalam protes yang mengakibatkan puluhan orang ditangkap.
Negara Laut Hitam itu telah dilanda kekacauan sejak partai Impian Georgia yang berkuasa mengklaim kemenangan dalam pemilihan parlemen 26 Oktober yang menurut oposisi pro-Eropa penuh kecurangan.
Kekacauan terjadi selama berjam-jam saat polisi mengejar demonstran yang membangkang melalui jalan-jalan di pusat kota Tbilisi, memukuli mereka, dan melakukan penangkapan.
Petugas bertopeng dengan perlengkapan anti huru hara menembakkan peluru karet, gas air mata, dan meriam air saat mereka bergerak untuk membubarkan pengunjuk rasa yang melemparkan kembang api, sementara api terlihat keluar dari jendela gedung parlemen.
Demonstran mendirikan barikade di jalan utama Tbilisi, dan satu kelompok terlihat mengarahkan tabung yang melepaskan beberapa kembang api cepat ke jalan.
Seorang pengunjuk rasa menceritakan kepada The Telegraph bagaimana dia diduga "dipukuli" oleh sekitar selusin petugas polisi sebelum dijebloskan ke dalam sel selama 12 jam.
"Itu cukup brutal," kata Nika Daniella, seorang pemandu wisata berusia 27 tahun, seperti dikutip
Yahoo News, Senin 2 Desember 2024.
"Saya dipukuli dengan brutal, cara mereka bertindak terhadap orang-orang hanya dimaksudkan untuk menakut-nakuti orang agar mereka tidak turun ke jalan. Tetapi semakin banyak orang yang mereka pukul dan tangkap, semakin banyak yang akan keluar dan kita sudah melihatnya,” imbuh Daniella.
"Saya merekam teman saya yang melambaikan bendera - mereka menangkap kami dalam hitungan detik, itu terjadi begitu cepat,” tambahnya.
Daniella melanjutkan dengan menjelaskan bagaimana ia didenda 2.500 Lari (mata uang Georgia) karena "melempar batu", yang dibantahnya.
"Saya didenda karena truk meriam air memperingatkan orang-orang untuk pulang, itu adalah perintah hukum untuk meninggalkan area tersebut. Tetap di tempat yang sama karena tidak mengikuti perintah,” ungkapnya.
"Saya pergi untuk berunjuk rasa karena mereka menghentikan integrasi UE hingga 2028. Ada bagian dari konstitusi kita yang mengatakan bahwa negara harus melakukan segala yang mungkin untuk integrasi UE dan NATO. Mereka berhenti melakukan ini selama 4 tahun lagi, yang merupakan alasan utama kami keluar."
Kementerian dalam negeri mengatakan "tindakan beberapa orang yang hadir dalam protes tersebut berubah menjadi kekerasan" dan bahwa polisi akan "menanggapi dengan tepat dan sesuai dengan hukum untuk setiap pelanggaran".
Lebih dari 100 orang telah ditangkap dalam dua hari terakhir.
Perdana Menteri Irakli Kobakhidze mengumumkan pada hari Kamis bahwa Georgia tidak akan mengupayakan perundingan aksesi dengan UE hingga tahun 2028, yang memicu reaksi keras dari pihak oposisi.
Para kritikus menuduh partai Georgian Dream –,yang berkuasa selama lebih dari satu dekade,– telah menjauhkan negara itu dari UE dalam beberapa tahun terakhir dan semakin dekat dengan Rusia, tuduhan yang dibantahnya.