Ilustrasi mengecek skor kredit di iDeb OJK. Foto: Medcom.id/Annisa Ayu.
Eko Nordiansyah • 10 December 2025 18:58
Jakarta: Pengamat Pasar Modal Hans Kwee menilai wacana penghapusan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK untuk mempermudah kredit rumah subsidi merupakan kebijakan yang sangat berisiko. SLIK merupakan salah satu instrumen utama lembaga keuangan untuk menilai kelayakan debitur sebelum memberikan pinjaman.
Menurut Hans, SLIK berfungsi mencatat rekam jejak kredit seseorang sehingga bank dapat memprediksi tingkat risiko kredit macet. Ia menilai, usulan penghapusan SLIK kuran tepat sebab lembaga keuangan bisa kehilangan acuan untuk menyalurkan kredit secara tepat.
"Kami pikir karena sebenarnya SLIK itu kan track record kredit seseorang. Jadi ini menjadi acuan bank dalam menyalurkan kredit. Nah asumsi yang dipakai disini adalah kalau orang itu pernah punya masalah, maka bank itu harus hati-hati dalam menyalurkan kredit," ujar Hans yang dikutip di Jakarta, Rabu, 10 Desember 2025.
Lebih lanjut apabila SLIK dihapus, maka itu sama saja menghilangkan alat navigasi bagi perbankan dalam menyalurkan kredit. Menurut dia, tanpa data riwayat kredit, bank akan sulit menilai apakah seorang calon debitur mampu membayar kewajibannya di masa mendatang.
"Padahal perbankan ini menarik dana masyarakat yang ternyata dana masyarakat itu juga ada cost-nya. Sehingga kalau kita melakukan penghapusan SLIK untuk memberikan kredit pada pihak-pihak yang memang belum layak mendapatkan kredit, itu sama saja memindahkan masalah dari debitur ke industri perbankan," jelas Hans.
Baca Juga :
(1).jpeg)
(Ilustrasi. Foto: Dok MI)
Hans mengingatkan bahwa peningkatan kredit macet dapat mengancam kesehatan perbankan secara keseluruhan. Apabila perbankan terganggu, ia menyebut, implikasinya bisa menjalar secara luas karena bisa men-trigger terjadinya krisis pada ekonomi Indonesia secara keseluruhan.
Sebagai contoh, ia menyinggung pengalaman krisis subprime mortgage di Amerika Serikat pada 2008 lalu. Saat itu, kredit perumahan diberikan kepada kelompok yang tidak layak sehingga menyebabkan lonjakan gagal bayar yang mengguncang perekonomian global.
"Waktu itu orang yang no income, no job, tetapi mereka punya properti dengan bunga yang tinggi. Ya akhirnya keluarlah banyak subprime mortgage yang meledak di 2009 yang menyebabkan ekonomi Amerika dan dunia terpuruk pada krisis gitu," ungkap dia.
Menurut Hans, kebutuhan akan hunian memang penting, tetapi tidak semua orang layak mendapatkan fasilitas kredit. Agar tidak mengorbankan stabilitas keuangan, Hans mengusulkan agar pemerintah membuat mekanisme penyediaan hunian yang harganya terjangkau.
"Hunian sewa itu dapat diberikan berdasarkan radius tempat bekerja sehingga membantu menghemat biaya hidup masyarakat berpenghasilan rendah. Sehingga ini membantu dia bekerja yang tinggalnya dekat daerah tempat tinggalnya, sehingga cost dia menjadi lebih minim," ujarnya.