Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat. Foto: Istimewa.
Jakarta: Situasi darurat kesehatan mental remaja mesti disikapi dengan serius dan berkelanjutan. Permasalahan tersebut membutuhkan dukungan semua pihak.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat (Rerie), di diskusi daring bertema Darurat Kesehatan Mental Remaja Indonesia yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12. Menurut dia, gangguan kesehatan mental sebagian remaja Indonesia berakibat pada kesulitan menjalankan aktivitas kesehariannya.
"Karena itu masalah kesehatan mental remaja mesti segera ditindaklanjuti dalam rangka mempersiapkan generasi unggul," kata Rerie melalui keterangan tertulis, Rabu, 18 September 2024.
Menurut Lestari, penyebab gangguan mental sangat beragam. Mulai dari tekanan akademik, masalah keluarga, perundungan, hingga faktor kesehatan.
Mengutip survei Kesehatan Jiwa Remaja Indonesia (I-NAMHS) pada 2022, sebanyak 17,95 juta remaja di Indonesia menghadapi masalah kesehatan mental.
Menurut Rerie, kolaborasi antara pemerintah, lembaga pendidikan, orang tua, serta para pemangku kepentingan lainnya sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah tersebut. Harus diupayakan langkah preventif dan segera dalam upaya mengatasi gangguan kesehatan mental remaja.
"Upaya tersebut bisa antara lain dalam bentuk mempromosikan gaya hidup sehat, dan menyediakan layanan konseling untuk remaja," ungkap legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu.
Kolaborasi sejumlah pihak untuk mengatasi ancaman kesehatan mental remaja, tegas anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, menjadi bagian dari kerja bersama untuk meningkatkan kualitas SDM bangsa.
Sementara itu, Direktur Kesehatan Jiwa, Kemenkes RI, Imran Pambudi, mengungkapkan upaya kesehatan mental masyarakat harus dimulai dari upaya preventif hingga rehabilitasi. "Kita harus bisa segera menangani orang-orang yang mengalami trauma yang dapat mengguncang jiwanya," ujar Imran.
Menurut Imran, pertolongan pertama yang tepat akan sangat menentukan terhadap progres pemulihan kesehatan mental remaja. Upaya preventif yang dimaksud yaitu melalui deteksi dini atau skrining terhadap masyarakat.
Imran menegaskan, pertolongan pertama pada gangguan kesehatan jiwa sangat penting menjadi pengetahuan masyarakat. Sehingga, eskalasi masalah kejiwaan menjadi gangguan kejiwaan bisa dicegah.
Ketua Umum Ikatan Psikolog Klinis Indonesia,
Retno Kumolohadi, menambahan data Unicef mengungkapkan satu dari tiga remaja mengalami gangguan kecemasan dalam rentang usia 10-19 tahun. Namun, masih sedikit remaja yang mencari bantuan kepada profesional, karena stigma sosial yang melekat pada isu kesehatan mental.
"Padahal, banyak faktor yang mempengaruhi masalah mental remaja seperti faktor fisik, psikologis, sosial dan spiritual," kata Retno.
Diakui Retno, saat ini tenaga psikologis klinis sudah ditugasi hingga tingkat Puskesmas. Mereka berkolaborasi dengan komunitas pemerhati kesehatan mental di sejumlah daerah, dalam upaya memberi pelayanan kesehatan mental remaja.