Menjual Banjir

Dewan Redaksi Media Group Ahmad Punto. MI/Ebet

Menjual Banjir

Media Indonesia • 14 November 2024 06:43

JAKARTA hampir tak pernah terhindar dari banjir. Dari tahun ke tahun, dari gubernur ke gubernur, banjir selalu datang ketika musim hujan sedang puncak-puncaknya. Baik itu banjir yang berasal dari meluapnya sungai yang mengalir di wilayah Jakarta, banjir akibat kenaikan muka air laut atau rob, maupun banjir yang disebabkan oleh mampatnya saluran-saluran drainase di sepanjang kota.

Yang terakhir itu sebetulnya lebih pas disebut genangan atau kumpulan air di satu lokasi terbatas. Namun, karena biasanya ketinggian air genangan di Jakarta bisa mencapai setengah meter bahkan lebih, juga berlangsung dalam waktu yang lama, orang pun kerap menyamakannya dengan banjir. Singkatnya, banjir yang selalu menggenangi Jakarta bersumber dari tiga titik, yaitu sungai, laut, dan drainase.

Dari dulu sebetulnya penyebabnya sama, itu-itu saja. Akan tetapi, entahlah, banjir di Ibu Kota terus saja berulang. Strateginya bermacam-macam, tapi tampaknya sekadar berhenti sebagai konsep di atas kertas, eksekusinya seret. Penanganan tak pernah tuntas, selalu kedodoran. Selalu heboh dan tergopoh-gopoh saat banjir sudah tiba, tetapi kemudian lupa melakukan pencegahan ketika banjir tak sedang menghampiri.

Namun, kiranya ketidaktuntasan penanganan itu malah membuat banjir menjadi seksi di ruang politik. Seksi dijadikan komoditas jualan kontestasi politik lima tahunan. Bersama problem klasik lainnya, seperti kemacetan dan polusi udara, penanganan banjir tak pernah absen menjadi isu dalam Pilkada Jakarta, termasuk pilkada tahun ini. Menjual jurus penanganan banjir untuk menggaet sebanyak mungkin suara publik.

Dalam visi-misi, dalam materi kampanye, dalam debat antarkandidat, topik soal bagaimana mengenyahkan banjir dari Jakarta selalu dikemukakan. Adu gagasan, adu program tentang penanganan banjir, begitu riuh. Seperti pada pilkada sebelum-sebelumnya, program mengatasi banjir menjadi jualan para kandidat.

Mari kita ambil contoh satu program perihal antisipasi banjir dari tiga pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur yang kini tengah sibuk berkampanye. Paslon nomor urut 1, Ridwan Kamil dan Suswono, mengeklaim akan merealisasikan program normalisasi dan naturalisasi sungai, pembangunan danau retensi, serta proyek tanggul laut (giant sea wall) untuk melindungi kawasan pesisir Jakarta.
 

Baca Juga: 

Pemprov DKI Antisipasi TPS Rawan Banjir


Mereka mengakui tak ada inovasi baru dalam program yang mereka tawarkan. Alasannya, program dan wacana yang ada pada pemimpin sebelumnya dianggap sudah baik. "Tinggal bagaimana keberanian mengeksekusi dan mengambil risiko dari kebijakan yang diambil," ujar Ridwan pada kampanyenya di Jakarta Utara, beberapa waktu lalu.

Di sisi lain, program paslon nomor urut 2, Dharma Pongrekun dan Kun Wardhana, cukup progresif. Mereka yakin punya jurus ampuh mengatasi banjir di Jakarta jika nantinya memenangi Pilgub Jakarta 2024. Dharma menyebut akan melakukan modifikasi cuaca, salah satunya dengan membelah awan untuk mengurangi curah hujan ketika musim hujan.

"Kami sudah punya teknologinya bagaimana cara membelah awan atau menggeser awan supaya awan jangan sampai menjadi beban memperbanyak debit air," tukas Dharma di depan masyarakat Pondok Labu, Jakarta Selatan, Selasa, 12 November 2024.

Paslon nomor urut 3, Pramono Anung dan Rano Karno, tak kalah gertak. Selain akan meneruskan program normalisasi sungai, Pramono mengaku punya strategi matang untuk mencegah terjadinya banjir rob, yaitu dengan menanam magrove atau tanaman bakau di pantai-pantai Jakarta.

“Kalau saya (menang), dalam jangka panjang kami akan usulkan kepada pemerintah pusat tidak lagi (membangun) giant sea wall, tapi giant mangrove wall,” ucapnya, Selasa, 12 November 2024. Ia mengeklaim strategi menanam magrove itu sudah diuji coba saat KTT G-20 di Bali, tahun lalu.

Barangkali benar yang dikatakan Ridwan Kamil, sesungguhnya yang penting bukan program atau strateginya, melainkan kesungguhan dan keberanian untuk merealisasikan rencana-rencana itu. Kalau kita ibaratkan toko, sah-sah saja mereka menjual dan memajang sebanyak mungkin produk di etalase, yang penting ketika produk berupa program itu 'dibeli', ia harus bisa dieksekusi.
 
Baca Juga: 

Ridwan Kamil Janji Atasi Kepadatan Penduduk di Jakarta Utara


Bukan kebetulan, Pilkada 2024 dilaksanakan ketika musim hujan sedang menuju puncak. Menurut BMKG, puncak musim hujan akan terjadi pada November hingga Desember 2024 di wilayah Indonesia bagian barat dan Januari hingga Februari 2025 untuk wilayah Indonesia timur.

Untuk Jakarta, kalau merujuk pada siklus banjir besar yang berlangsung lima tahunan, boleh jadi Jakarta akan kembali mengalami banjir dalam skala besar pada Januari-Februari 2025 atau di sekitar waktu pelantikan gubernur baru hasil pilkada. Sebagai informasi, wilayah Jakarta terendam banjir hebat terakhir pada Januari 2020.

Artinya, alam akan langsung menguji kemujaraban 'jurus antibanjir' pemimpin baru Jakarta nanti. Apakah jualan mereka mampu menghasilkan realitas penanganan banjir yang betul-betul efektif dan komprehensif? Atau ternyata cuma cuap-cuap pemanis kampanye tanpa kehendak untuk mengeksekusinya karena mau disimpan sebagai materi jualan lagi pada lima tahun mendatang?

(Dewan Redaksi Media Group Ahmad Punto)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)