Presiden AS Donald Trump menunjukkan dokumen perintah eksekutif terkait tarif timbal balik. Foto: Xinhua/Hu Yousong.
Washington: Di tengah pertentangan yang meluas, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akhirnya menandatangani perintah eksekutif tarif timbal balik, yang mengenakan tarif dasar minimum sebesar 10 persen dan tarif yang lebih tinggi pada mitra dagang tertentu.
Mengutip Xinhua, Kamis, 3 April 2025, perintah eksekutif tersebut berbunyi, semua impor akan dikenakan tarif tambahan sebesar 10 persen, kecuali jika ditetapkan lain. Beleid ini akan berlaku mulai 5 April 2025.
Sementara pengenaan tarif timbal balik yang lebih tinggi pada negara-negara dan kawasan yang memiliki defisit perdagangan terbesar dengan AS, akan berlaku mulai 9 April 2025.
Adapun beberapa barang yang tidak akan dikenakan tarif timbal balik adalah baja dan aluminium serta mobil dan suku cadang mobil yang sudah terlebih dahulu dikenakan tarif Bagian 232. Selanjutnya tembaga, farmasi, semikonduktor, dan kayu.
Untuk Kanada dan Meksiko, barang-barang yang mematuhi Perjanjian Amerika Serikat-Meksiko-Kanada (USMCA) akan tetap dikenakan tarif nol persen. Sementara barang-barang yang tidak mematuhi USMCA akan dikenakan tarif 25 persen, dan barang-barang energi serta kalium yang tidak mematuhi USMCA akan dikenakan tarif 10 persen.
Impor dari Indonesia kena tarif 32%
Dalam pidatonya, Trump menyampaikan bagan tentang tarif timbal balik. Bagan tersebut menunjukkan berbagai negara dan kawasan akan menghadapi tarif yang berbeda.
Misalnya Tiongkok akan menghadapi tarif 34 persen, Uni Eropa 20 persen, Vietnam 46 persen, Jepang 24 persen, India 26 persen, Korea Selatan 25 persen, Thailand 36 persen, Swiss 31 persen, Indonesia 32 persen, Malaysia 24 persen, dan Kamboja 49 persen.
Trump mengklaim mitra dagang lainnya memberlakukan hambatan nonmoneter terhadap AS. Bagan tersebut menggambarkan tarif yang dibebankan oleh berbagai negara atau kawasan kepada AS, termasuk manipulasi mata uang dan hambatan perdagangan.
"Tidak ada dasar untuk tarif yang diklaim setara dengan tarif yang diberlakukan oleh negara lain. Ini murni rekayasa," kata peneliti senior nonresiden di Peterson Institute for International Economics, Gary Clyde Hufbauer.
(Presiden AS Donald Trump. Foto: Xinhua/Hu Yousong)
Ekonomi AS berpotensi kena resesi
Meskipun Trump mengklaim tarif yang lebih tinggi akan membantu mendatangkan pendapatan bagi pemerintah dan merevitalisasi manufaktur AS, para ekonom telah memperingatkan tindakan tersebut akan menaikkan harga bagi konsumen dan bisnis AS, mengganggu perdagangan global, dan merugikan ekonomi global.
"Langkah tersebut merupakan eskalasi signifikan dari perang dagang Trump dan kemungkinan akan berdampak pada ekonomi global, menaikkan harga bagi konsumen dan produsen AS sekaligus memicu pembalasan dari negara lain," jelas Hufbauer.
"Tarif yang diumumkan lebih ekstrem dari perkiraan. Ditambah lagi karakterisasi yang kasar terhadap negara-negara asing. Sulit melihat AS terhindar dari resesi. Pertumbuhan dunia akan turun satu persen atau lebih," tambah dia mengingatkan.