Pakar: Penghapusan Batas Kuota Impor Ancam Agrikultur Lokal dan UMKM

Ilustrasi. Foto: Dok MI

Pakar: Penghapusan Batas Kuota Impor Ancam Agrikultur Lokal dan UMKM

Riza Aslam Khaeron • 17 April 2025 14:05

Jakarta: Rencana Presiden Prabowo Subianto untuk menghapus kuota impor berbagai komoditas menuai peringatan serius dari para akademisi Universitas Gadjah Mada. Kebijakan ini muncul tak lama setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump menetapkan tarif resiprokal sebesar 32 persen terhadap produk impor dari Indonesia.

Untuk merespons tekanan tersebut, pemerintah Indonesia berencana menawarkan peningkatan volume impor sebagai kompensasi, termasuk dengan menghapus kuota atas beberapa komoditas—terutama yang berasal dari Amerika Serikat.

Langkah ini, meskipun diklaim bertujuan mendorong ekosistem usaha dan membuka lapangan kerja, dinilai dapat menjadi ancaman nyata bagi keberlangsungan pelaku UMKM dan sektor pertanian domestik. Berikut penjelasannya.
 

Bahayakan Agrikultur Lokal

Menurut Guru Besar Fakultas Pertanian UGM, Prof. Subejo, kebijakan membuka keran impor secara luas berpotensi menyingkirkan produk lokal dari pasar domestik karena tidak mampu bersaing dari sisi harga.

"Impor yang awalnya sudah diatur kuotanya kemudian diubah, saya rasa akan berisiko sebab kalau di satu sisi dapat memberikan kompetisi bagi produk-produk asing untuk masuk ke pasar Indonesia, tetapi juga pastinya akan berkompetisi dengan produk lokal," ujar Subejo, Yogyakarta, Rabu, 16 April 2025.

Ia menambahkan bahwa produk-produk lokal, terutama pertanian, selama ini belum mendapatkan perlindungan memadai. Tanpa kuota, barang-barang impor seperti beras dari Thailand yang lebih murah Rp1.000 dapat dengan mudah menguasai pasar nasional.

“Kalau ini tidak diatur komoditasnya, pasti konsumen kita memilih apapun yang lebih murah, tidak peduli asalnya,” tegas Subejo.

Subejo menyebut pemerintah seharusnya belajar dari Jepang yang tetap membuka perdagangan internasional namun melindungi produk lokal dengan sistem regulasi ketat.

Ia juga mengingatkan bahwa penghapusan kuota tidak bisa dilakukan serampangan tanpa evaluasi produk dan tujuan strategis nasional.

"Dalam resiprokal ini memang harus dipikirkan secara matang mana produk-produk yang memang bisa dibuka dan yang justru harus diproteksi. Jangan sampai ide yang baik malah menghancurkan pertanian nasional," pungkasnya.

Lebih jauh, ia mengkritik ketidakefektifan hilirisasi sektor pertanian. Banyak produk tani yang membusuk karena gagal diolah menjadi produk industri bernilai tambah.

"Saya membayangkan kalau pemerintah mendorong atau memfasilitasi investasi hilirisasi seperti membangun pabrik saus, pabrik pengeringan cabai, sehingga jika terjadi oversupply produk bisa dihilirkan dan diindustrikan," jelasnya.
 
Baca Juga:
Penghapusan Kuota Impor Pangan Diyakini Putus Ekonomi Rente
 

Bahayakan UMKM

Dari sisi sosial ekonomi, Dosen FISIPOL UGM Dr. Hempri Suyatna juga menyatakan keprihatinannya. Ia menyebut penghapusan kuota impor bisa jadi alat membuka kompetisi yang sehat, namun dalam konteks Indonesia justru mengancam ekonomi pelaku UMKM.

“Yang jelas kebijakan ini akan mengancam ketahanan ekonomi pelaku UMKM,” ujar Hempri, Yogyakarta, Senin, 14 April 2025.

Menurut Hempri, selama ini kuota hanya diberikan kepada importir besar yang dekat dengan relasi kuasa, namun menghapusnya secara total justru bisa mempercepat pembanjiran pasar oleh produk asing.

Ia mencontohkan penerapan Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang telah membuat sejumlah perusahaan manufaktur dan startup melakukan PHK massal akibat terpukul produk impor. Ia menekankan bahwa realitas UMKM saat ini belum cukup siap untuk bersaing di pasar bebas.

“Mau tidak mau UMKM akan terkena dampak dan dituntut untuk selalu kreatif sebagai upaya dalam mendorong daya saing produk-produk UMKM itu sendiri,” ungkapnya. Ia menambahkan bahwa pelaku UMKM harus mampu membangun karakter yang tangguh, inovatif, mandiri, dan produktif.

Namun, Hempri menegaskan bahwa beban daya saing tersebut tidak bisa ditumpukan sepenuhnya ke pelaku UMKM. Pemerintah wajib hadir memberi dukungan struktural, baik berupa kemudahan akses modal, insentif pajak, fasilitasi pemasaran, promosi, maupun perlindungan hukum atas merek dan paten.

“Komitmen dari pemerintah dalam melindungi produk-produk UMKM dengan berbagai bentuk dukungan struktural sangatlah dibutuhkan,” ujarnya.

Ia juga mengkritik bahwa gerakan cinta produk lokal selama ini hanya sebatas slogan. Menurutnya, perubahan budaya konsumsi perlu didukung regulasi konkret yang memperkuat pasar domestik.

“Dalam konteks budaya, perlu ada upaya untuk merubah budaya inferior masyarakat,” pungkasnya.

Kedua akademisi UGM tersebut sepakat bahwa sebelum menghapus kuota, pemerintah perlu melakukan evaluasi mendalam terhadap jenis komoditas, potensi pasar, dan kesiapan produksi dalam negeri.

Jika tidak, kebijakan yang dimaksudkan untuk menyenangkan mitra dagang seperti Amerika Serikat justru bisa berbalik menjadi bencana bagi petani, pelaku usaha kecil, dan kedaulatan ekonomi nasional.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Surya Perkasa)