M Sholahadhin Azhar • 14 October 2025 20:12
Jakarta: Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mendorong pengaturan terkait pernyataan korban. Khususnya, terkait dampak kejahatan atau victim impact statement dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP).
Wakil Ketua LPSK Wawan Fahrudin kepada Antara mengatakan victim impact statement ini penting. Terutama, untuk memberikan wadah kepada korban tindak pidana menyampaikan keterangan mengenai dampak kerugian yang dialaminya.
“Ruang untuk menyampaikan ini kan tidak pernah ada selama ini. Makanya, victim impact statement ini kami dorong supaya menjadi satu bagian dari rancangan hukum acara pidana juga,” kata Wawan di Antara Heritage Center (AHC) Jakarta, Selasa, 14 Oktober 2025.
Menurut dia, paradigma penyelesaian kasus pidana di Indonesia selama ini cenderung condong kepada pelaku. Melalui
victim impact statement, LPSK ingin perspektif korban juga diperhitungkan.
“Kalau selama ini kan ada ada ruang untuk memberikan kesaksian bagi pelaku. Pelaku ini kan diberikan ruang bahkan pendampingan dari awal. Kita juga punya harapan bahwa ada ruang bagi korban untuk bisa menyatakan dampak penderitaan yang dialami akibat tindak pidana. Itu
victim impact statement itu,” tuturnya.
Menurut dia, hal ini penting agar tercipta keseimbangan perlakuan antara pelaku dan korban, termasuk juga
saksi. LPSK meyakini pengaturan
victim impact statement dalam RKUHAP akan menjadi harapan baru dalam sistem peradilan pidana Indonesia yang semakin berimbang, menyusul berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada 2 Januari 2026.
Wakil Ketua LPSK Wawan Fahrudin/Antara
“Ini menjadi harapan baru, ada hukum sistem peradilan pidana yang lebih berimbang: bukan hanya pada pelaku, melainkan juga pada saksi maupun korban,” ucap Wawan.
Wawan mengatakan dorongan tersebut telah disampaikan kepada DPR RI. Selain
victim impact statement, LPSK juga mendorong penguatan terhadap saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator serta dana pemulihan korban.