Kesepakatan IEU-CEPA Jadi Angin Segar di Tengah Perang Tarif

Ilustrasi. Foto: Dok Kemenkeu

Kesepakatan IEU-CEPA Jadi Angin Segar di Tengah Perang Tarif

Insi Nantika Jelita • 8 June 2025 16:31

Jakarta: Perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) memasuki tahap akhir. Kepala Center of Industry, Trade, and Investment (CITI) Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho menilai, kesepakatan ini menjadi peluang strategis bagi Indonesia melakukan trade diversion atau pengalihan perdagangan di tengah dinamika kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS). 

Sebelum ada IEU-CEPA, Indonesia banyak mengekspor produk ke AS karena tarifnya kompetitif. Tapi jika AS mulai mengenakan tarif tinggi, lalu Uni Eropa menawarkan bebas tarif lewat IEU-CEPA, maka Indonesia bisa mengalihkan ekspornya dari AS ke Uni Eropa.

“Ini merupakan kesempatan kita untuk melakukan trade diversion, dari pasar AS ke pasar Uni Eropa yang lebih potensial,” ujar Andri kepada Media Indonesia, Minggu, 8 Juni 2025.

Beberapa sektor yang diproyeksikan mendapat manfaat langsung dari perjanjian ini antara lain perikanan, serta tekstil dan produk tekstil (TPT). Menurut Andry, industri perikanan yang selama ini banyak mengekspor ke AS, dapat mengalihkan sebagian besar ekspornya ke Eropa seiring adanya penghapusan tarif sebesar 10–20 persen untuk produk seafood olahan. 
 

Baca juga: 

Perundingan IEU CEPA Segera Rampung, Ini Manfaatnya bagi Indonesia



(Ilustrasi. Foto: Dok MI)

Hal serupa juga berlaku pada produk tekstil dan pakaian jadi, yang akan mendapat keringanan tarif sekitar 10–17 persen. Ini dinilai akan meningkatkan daya saing produk Indonesia, terutama dalam menghadapi kompetitor utama seperti Vietnam.

"Kita harapkan dengan penyelesaian IEU CEPA bisa mendorong ekspansi ekspor industri-industri perikanan domestik olahan kita dan TPT ke Uni Eropa," imbuh Andry.

Tak hanya itu, sektor kelapa sawit dan produk turunannya juga diharapkan akan memperoleh kemudahan akses pasar ke Eropa melalui IEU-CEPA. Meski demikian, Andry mengingatkan penghapusan tarif, yang mencakup hingga 80 persen produk ekspor Indonesia, belum cukup untuk menjamin kelancaran perdagangan.

“Masih ada tantangan besar dari sisi hambatan non tarif, seperti technical barriers to trade (TBT) yang meliputi pelabelan, traceability, dan pemenuhan standar keberlanjutan,” jelasnya. 

Tantangan dari kerja sama IUE-CEPA

Dia menambahkan sertifikasi berstandar Uni Eropa kerap masih sulit dijangkau oleh pelaku industri dalam negeri, termasuk perusahaan menengah besar, karena biaya yang tinggi dan proses yang kompleks. 

Andry juga menyoroti pentingnya kepatuhan terhadap rules of origin atau ketentuan asal barang. Dia menilai pemerintah Indonesia perlu memastikan produk ekspor benar-benar dibuat di dalam negeri, bukan hanya dilabel ulang atau menjadi lokasi pemrosesan akhir dari negara lain seperti Tiongkok. Jangan sampai, katanya, Indonesia hanya menjadi negara transit. 

"Produk kita harus benar-benar memenuhi protokol EU terkait asal-usul barang, termasuk sistem statement on origin dan registrasi eksportir,” tegasnya.

Dengan semakin dekatnya penyelesaian perundingan IEU-CEPA, Andry menekankan perlunya kesiapan menyeluruh dari pelaku industri nasional, termasuk mengantisipasi hambatan nontarif.

“Kalau kita tidak bisa mengantisipasi hambatan nontarif, penghapusan tarif pun bisa menjadi percuma,” tutupnya.

Perundingan IEU-CEPA masuk tahap akhir

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menerangkan task perundingan IEU CEPA telah selesai dan sejumlah isu teknis mampu diselesaikan dalam putaran terakhir di tingkat chief negotiator atau juri perunding utama. Hal ini disampaikan Airlangga dalam Konferensi Pers terkait Perkembangan Negosiasi Indonesia-EU CEPA di Brussels, Belgia, Sabtu, 7 Juni 2025.

"Kedua belah pihak sudah sepakat untuk segera menyelesaikan dari segi materi dan proses hukum. Tidak ada ganjalan yang tersisa," ungkapnya dalam siaran pers. 

Airlangga menjelaskan salah satu manfaat utama dari implementasi IEU CEPA yakni penghapusan tarif impor secara signifikan. Dalam 1–2 tahun setelah perjanjian berlaku, sebanyak 80 persen ekspor Indonesia ke Uni Eropa akan menikmati tarif nol persen. Komoditas unggulan seperti produk padat karya seperti alas kaki, tekstil, garmen, minyak sawit, perikanan, serta sektor energi terbarukan dan kendaraan listrik akan mendapat perlakuan preferensial yang lebih adil.

Lebih lanjut, dia menyatakan Eropa memfokuskan pada beberapa isu termasuk pembahasan mendalam mengenai tingkat komponen dalam negeri (TKDN), sektor otomotif, mineral kritis, serta fasilitas-fasilitas yang dapat diperoleh pada saat melakukan investasi. 

Sementara, Indonesia mendorong pengembangan produk perikanan sebagai potensi penting dan meminta agar fasilitas ekspor perikanan diberikan perlakuan setara tanpa dibedakan dengan negara-negara ASEAN lain seperti Thailand dan Filipina. 

"Eropa sudah sepakat bahwa kita akan diberikan level playing field khusus untuk produksi dan ekspor perikanan Indonesia dengan negara-negara di sekitarnya," tuturnya.

Pemerintah optimis pelaksanaan IEU-CEPA dapat meningkatkan ekspor Indonesia ke Uni Eropa lebih dari 50 persen dalam tiga hingga empat tahun ke depan. Selain itu, perjanjian tersebut juga membuka peluang investasi strategis dari Eropa ke Indonesia.

Uni Eropa sendiri merupakan mitra dagang terbesar kelima bagi Indonesia, dengan total nilai perdagangan yang mencapai USD30,1 miliar pada 2024. Neraca perdagangan tetap mencatatkan surplus bagi Indonesia, meningkat signifikan dari USD2,5 miliar pada 2023 menjadi USD4,5 miliar pada tahun lalu. 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Eko Nordiansyah)