Pesawat 737 MAX yang diproduksi oleh Boeing. Foto: Boeing
Fajar Nugraha • 7 November 2025 18:30
Washington: Hakim federal Amerika Serikat pada Kamis, 6 November 2025, memutuskan untuk menghentikan dakwaan pidana terhadap Boeing terkait dua kecelakaan pesawat 737 MAX 8 yang menewaskan 346 orang. Keputusan Hakim Reed O’Connor itu merupakan bagian dari kesepakatan antara Departemen Kehakiman AS (DoJ) dan perusahaan pembuat pesawat tersebut.
Dalam perjanjian yang dicapai pada 23 Mei lalu, Boeing sepakat membayar USD1,1 miliar atau sekitar Rp18,3 triliun untuk mengakhiri kasus dugaan konspirasi menipu pemerintah Amerika Serikat dalam proses sertifikasi pesawat MAX.
Jumlah tersebut mencakup denda sebesar USD244 juta atau sekitar Rp4 triliun dana kompensasi USD445 juta dolar atau sekitar Rp7,4 triliun bagi keluarga korban, serta USD455 juta dolar untuk memperkuat program keselamatan dan kepatuhan di perusahaan. Dengan kesepakatan ini, Boeing terbebas dari kewajiban mengaku bersalah dan terhindar dari ancaman kehilangan kontrak besar dengan pemerintah AS.
Melalui pernyataan resminya, Boeing menyampaikan permintaan maaf atas dua kecelakaan yang melibatkan Lion Air pada 2018 dan Ethiopian Airlines pada 2019.
“Kami berkomitmen untuk memenuhi kewajiban kami dalam perjanjian dengan Departemen Kehakiman serta terus memperkuat keselamatan, kualitas, dan program kepatuhan kami,” tulis Boeing, dikutip dari Channel News Asia, Jumat, 7 November 2025.
Perusahaan sebelumnya menyalahkan kegagalan pada sistem kendali penerbangan MCAS sebagai penyebab utama kecelakaan.
Meski menyetujui penghapusan dakwaan, Hakim O’Connor menyatakan ketidaksetujuannya terhadap keputusan pemerintah. Ia menulis bahwa dirinya tidak sependapat dengan Pemerintah bahwa penghentian dakwaan pidana dalam kasus ini sesuai dengan kepentingan publik.
Pengacara keluarga korban, Paul Cassell, juga mengecam keputusan tersebut dan menyebut kesepakatan itu sebagai perjanjian yang tercela. Cassell menyatakan akan mengajukan banding ke Pengadilan Sirkuit Kelima untuk menolak keputusan tersebut dan menegakkan hak keluarga korban.
Departemen Kehakiman menyebut bahwa perjanjian ini bertujuan mengakhiri litigasi berkepanjangan dan memberi kepastian bagi keluarga korban.
“Daripada membiarkan proses hukum berlarut-larut, kesepakatan ini memberikan kepastian bagi para korban dan memastikan Boeing bertindak sekarang,” ucap DoJ.
Keputusan ini menjadi babak terbaru dalam kasus panjang yang mencoreng reputasi Boeing sejak dua kecelakaan fatal 737 MAX dan memicu perubahan besar dalam kepemimpinan perusahaan tersebut.
(Keysa Qanita)