Kunjungan ke Jepang, Wamen Investasi dan Hilirisasi Boyong Toyota Investasi Bioetanol di Indonesia

Wamen Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM Todotua Pasaribu melakukan pertemuan dengan CEO of Asia Region, Masahiko Maeda (Foto:Dok.Pertamina)

Kunjungan ke Jepang, Wamen Investasi dan Hilirisasi Boyong Toyota Investasi Bioetanol di Indonesia

Rosa Anggreati • 10 November 2025 21:45

Tokyo: Dalam rangkaian kunjungan kerja ke Jepang, Wakil Menteri (Wamen) Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM Todotua Pasaribu, melakukan pertemuan dengan Masahiko Maeda, CEO of Asia Region, Toyota Motor Corporation serta mengunjungi fasilitas riset di Fukushima milik Research Association of Biomass Innovation for Next Generation Automobile Fuels (RABIT). Ini adalah Asosiasi riset yang dibentuk oleh beberapa perusahaan otomotif dan energi Jepang dengan Toyota sebagai kontributor terbesar di dalamnya, untuk meneliti teknologi bahan bakar termasuk bioetanol.

Pertemuan tersebut membahas rencana investasi Toyota dalam pengembangan ekosistem bioetanol di Indonesia, yang sejalan dengan asta cita Presiden Prabowo untuk mendorong swasembada energi, ekonomi hijau serta hilirisasi guna meningkatkan nilai tambah sumber daya alam di dalam negeri.

Pada kesempatan tersebut, Wamen Todotua menyampaikan apresiasi atas komitmen Toyota dalam mendukung program Pemerintah di bidang energy security dan transisi energi hijau.

“Sebagai bagian dari strategi menekan impor BBM yang masih tinggi, Pemerintah Indonesia telah menetapkan kebijakan mandatory blending bioetanol dalam bensin sebesar 10% (E10) yang akan mulai diterapkan pada tahun 2027, kami melihat potensi besar kerja sama dengan Toyota untuk menjadikan Indonesia sebagai basis produksi bioetanol di kawasan,” ujar Todotua.
 


“Saat ini kebutuhan bahan bakar di dalam negeri mencapai lebih dari 40 juta kiloliter per tahun, dengan kewajiban E10 maka setidaknya Indonesia membutuhkan sekitar 4 juta kiloliter bioetanol di 2027, agar tidak kehilangan momentum maka persiapan pembangunan pabrik pendukung harus dimulai dari sekarang. Peluang inilah yang ditangkap oleh Toyota yang juga sudah mengembangkan mobil berbahan bakar bioetanol di banyak negara,” ucap Todotua menambahkan.

Diketahui, beberapa negara seperti Brasil bahkan sedang mengkaji kebijakan E100 yang artinya 100 persen bahan bakar berasal dari bioetanol. Kebijakan serupa juga diambil oleh beberapa negara seperti Amerika Serikat, Tiongkok, India, Prancis, Thailand dan Filipina yang sudah menerapkan kebijakan E10–E20.

Toyota mengklaim telah berhasil memiliki teknologi mesin kendaraan yang efisien dan ramah lingkungan dengan penggunaan bahan bakar E20, bahkan dari riset yang dikembangkan bahan bakar hijau tersebut telah diujicobakan dalam mobil balap Super Formula.

“Mesin dengan bahan bakar E20 dan Hybrid EV merupakan teknologi yang matching untuk digunakan dalam industri mobility saat ini” ujar Maeda.

“Dalam beberapa minggu ke depan di COP 30 Brasil, dunia akan membicarakan aksi nyata terhadap perubahan iklim yang di antaranya berfokus kepada transisi energi dan transportasi, rencana investasi Toyota di Indonesia untuk pengembangan industri bioetanol ini sangat didukung Pemerintah Indonesia karena merupakan bagian dari salah satu langkah nyata tersebut,” ujar Todotua.

Dalam kolaborasi risetnya di Jepang melalui RABIT (Research Association of Biomass Innovation), Toyota tengah mengembangkan bioetanol generasi kedua yang bersumber dari biomassa non-pangan, seperti limbah pertanian dan tanaman sorgum. Teknologi ini dinilai sangat relevan dengan potensi agrikultur Indonesia yang melimpah dan kondisi agroklimat yang cocok untuk budidaya secara berkelanjutan.


(Foto:Dok.Pertamina)

“Kemarin saat kunjungan kami juga telah berdiskusi dengan RABIT, bahwa teknologi pabrik bioetanol generasi kedua ini dapat memanfaatkan berbagai macam limbah pertanian (multi feedstock), sehingga teknologinya cocok dengan Indonesia yang tidak hanya memiliki potensi tanaman sorgum, tetapi bisa juga dari tebu, padi, singkong, kelapa sawit, aren, dan lain-lain,”  ucap Todotua.

Berdasarkan Roadmap Hilirisasi Investasi Strategis yang dimiliki Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, sejumlah wilayah seperti Lampung telah disiapkan untuk menjadi sentra pengembangan industri bioetanol, dengan dukungan bahan baku dari tebu, singkong, dan sorgum. Investasi di sektor ini diproyeksikan tidak hanya memperkuat rantai pasok energi bersih, tetapi juga membuka lapangan kerja baru dan mendorong kesejahteraan petani lokal di daerah.

“Sebagai pioneer project, tadi sudah didiskusikan akan bekerja sama dengan Pertamina NRE (New Renewable Energy) di Lampung. Untuk bahan bakunya juga tidak hanya dari perusahaan tapi juga melibatkan petani dan koperasi tani setempat sehingga juga dapat menggerakan perekonomian di daerah, nantinya untuk suplai energi juga diintegrasikan dengan plant geothermal dan hidrogen milik Pertamina,” kata Todotua.

Pada kesempatan yang sama, Toyota, melalui PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) menyampaikan minat untuk berinvestasi dalam pengembangan industri bioetanol di Indonesia. Langkah ini merupakan bagian dari strategi global Toyota untuk mengamankan pasokan bahan bakar bagi kendaraan flex-fuel berbasis bioetanol, sekaligus mendukung kebijakan Pemerintah Indonesia dalam mengurangi kebergantungan terhadap bahan bakar fosil impor.
 
“Kolaborasi ini dapat menjadi tonggak penting dalam pengembangan biofuel generasi berikutnya. Indonesia memiliki keunggulan sumber daya alam dan lahan pertanian yang luas, sementara Jepang memiliki keunggulan teknologi. Kombinasi keduanya akan menghasilkan dampak nyata bagi ketahanan energi dan ekonomi hijau,” kata Wamen Todotua.

“Sepulangnya dari Tokyo, baik Toyota maupun Pertamina akan langsung melakukan joint study dan site visit ke lokasi di Lampung, targetnya pada awal tahun 2026 perusahaan patungan (JV) sudah terbentuk. Dalam rangka mendukung kebijakan E10, saat ini tengah dikaji rencana pengembangan fasilitas dengan kapasitas produksi sebesar 60.000 kiloliter per tahun dan nilai investasi sekitar Rp2,5 triliun. Investasi ini menjadi langkah awal yang diharapkan tidak hanya memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga membuka peluang ekspor ke negara lain,” tutur Todotua.
 

Kemitraan Indonesia-Jepang


Kemitraan ekonomi antara Indonesia dan Jepang sangat solid. Jepang memiliki keunggulan dalam penyediaan modal, teknologi maju, serta keahlian industri berstandar tinggi. Sementara itu, Indonesia menawarkan unsur penting bagi pertumbuhan masa depan, yakni sumber daya alam yang melimpah serta tenaga kerja muda dan terampil.

Hubungan erat ini tercermin dari kinerja perdagangan dan investasi yang kuat dan berkesinambungan antara kedua negara. Sejak diberlakukannya Indonesia–Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) pada tahun 2008, Jepang telah menjadi mitra dagang terbesar ketiga bagi Indonesia dengan total nilai perdagangan yang terus meningkat, mencapai 35,7 miliar dolar AS pada tahun 2024. Dari sisi investasi, Jepang menempati peringkat keempat negara asal penanaman modal asing (PMA) terbesar di Indonesia, dengan total nilai investasi mencapai USD18,89 miliar dalam lima tahun terakhir dan pertumbuhan rata-rata tahunan sebesar 12,4 persen.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Rosa Anggreati)