Prajurit Burkina Faso menutup salah satu ruas jalan di Ouagadougou, 30 September 2022. (Assane Ouedraogo/EFE via EPA)
Willy Haryono • 1 August 2023 13:08
Ouagadougou: Rentetan tembakan terdengar pada Selasa pagi, 1 Agustus 2023, di pusat ibu kota Burkina Faso, Ouagadougou, di dekat sebuah pangkalan udara, kata seorang wartawan kantor berita AFP.
Tembakan terdengar sekitar pukul 12:45 (0045 GMT) di jantung kota, sebelum kemudian berhenti sekitar 40 menit kemudian.
"Ini adalah insiden yang terbatas pada pangkalan udara," kata seorang sumber keamanan kepada AFP tanpa memberikan rincian lebih lanjut, seraya mengatakan bahwa situasinya sudah terkendali.
Lalu lintas yang sempat terganggu oleh penembakan itu kembali berjalan untuk sementara waktu, ucap wartawan AFP itu.
Insiden terjadi 10 bulan setelah kudeta, yang kedua dalam waktu kurang satu tahun di Burkina Faso.
Itu juga terjadi kurang dari seminggu setelah kudeta di negara tetangga Niger, setelah militer menggulingkan Presiden Mohamed Bazoum yang terpilih secara demokratis.
Baca juga: ECOWAS Ancam Gunakan Kekuatan untuk Pulihkan Konstitusi Niger
Kapten Ibrahim Traore merebut kekuasaan di Burkina Faso dalam kudeta 30 September 2022, yang menggulingkan Letnan Kolonel Paul-Henri Sandaogo Damiba, yang pada Januari tahun itu telah menggulingkan presiden terpilih terakhir di sana, Roch Marc Christian Kabore.
Motif kedua kudeta tersebut adalah kemarahan atas kegagalan membendung pemberontakan ekstremis yang telah merenggut ribuan nyawa sejak menyebar dari negara tetangga Mali pada 2015.
Namun setiap kudeta telah menghantam kemampuan negara untuk berperang secara efektif melawan para ekstremis, yang berafiliasi dengan Al-qaeda dan Islamic State (ISIS).
Sekitar 40 persen Burkina Faso sejak saat itu telah direbut oleh para ekstremis.
Lebih dari 16.000 warga sipil, tentara dan polisi, tewas dalam serangan ekstremis yang meningkat, menurut hitungan sejumlah LSM, termasuk lebih dari 5.000 sejak awal tahun ini.
Dua juta lebih orang juga telah mengungsi di negara mereka, menjadikannya salah satu krisis pengungsian internal terburuk di Afrika.