Ilustrasi. Foto: Medcom.id
Fetry Wuryasti • 16 January 2024 12:11
Jakarta: Pekan ini menjadi harapan baru bagi indeks harga saham gabungan (IHSG) untuk menguat. Namun pergerakan pasar hingga hari ini masih berasal dari persepsi dan ekspektasi penurunan tingkat suku bunga AS Fed Rate pada Maret, yang saat ini justru mulai diragukan oleh pelaku pasar dan investor.
"Hal ini membuat pasar kehilangan fondasi untuk bisa menguat," kata Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus, Selasa, 16 Januari 2024.
Beberapa data penting ekonomi AS akan keluar dan masih memberikan sentimen terhadap pasar, mulai dari Initial Jobless Claims dan Continuing Claims terkait dengan ketenagakerjaan yang diproyeksikan akan meningkat.
Kabar penting juga akan datang dari kawasan Eropa, dengan data inflasi yang diproyeksikan secara bulanan (mom) dan tahunan (yoy) masih berada di level yang sama dengan kisaran 0,2 persen (mom) dan 2,8 persen sampai 3,0 persen (yoy).
Saat ini pergerakan saham dan obligasi di kawasan Eropa masih melemah, setelah pejabat Bank Sentral Eropa, tidak menanggapi potensi penurunan tingkat suku bunga secara cepat.
"Hal ini yang menurut kami respons yang baik, karena Bank Sentral Eropa tidak memberi harapan palsu kepada pelaku pasar, sehingga pasar memang masih berada dalam zona pesimis," kata Nico.
Lagipula, inflasi yang berkepanjangan ditambah dengan risiko geopolitik masih menjadi penghalang bagi Bank Sentral Eropa untuk menurunkan tingkat suku bunga di 2024.
Mulai dari Dewan Gubernur Bank Sentral Eropa Christine Lagarde, Robert Holzmann, dan beberapa anggota Dewan Pengurus lainnya mengatakan terlalu dini untuk membahas pemangkasan tingkat suku bunga.
Alhasil, indeks saham di kawasan Eropa berada di zona merah dan memberikan tekanan bagi pasar. Saat ini pelaku pasar dan investor kembali memainkan asumsinya sendiri.
Mereka berharap ada pemotongan tingkat suku bunga Bank Sentral Eropa, pada April atau Juni. Pelaku pasar dan investor mengharapkan tingkat suku bunga turun lebih awal karena ekonomi Jerman pada akhirnya mengalami kontraksi dari 1,8 persen menjadi minus 0,3 persen untuk 2023.
Meskipun pertumbuhan ekonomi Jerman mengalami kontraksi, namun Presiden Bundesbank, Joachim Nagel mengatakan masih terlalu dini untuk membahas pelonggaran kebijakan moneter.
Baca juga: Data Bursa Sepekan: IHSG Terkontraksi 1,49%