Tim pencari Myanmar evakuasi korban gempa. Foto: Irrawaddy News
Surya Perkasa • 1 April 2025 15:07
Jakarta: Junta militer Myanmar melarang jurnalis internasional yang ingin meliput dampak bencana gempa 7,7 magnitudo masuk ke negara tersebut. Mereka berdalih gempa besar yang meluluhlantakan infrastruktur di beberapa kota besar di Myanmar membuat layanan penting seperti air, listrik, dan akomodasi untuk jurnalis asing sulit dipenuhi.
“(Jurnalis asing) tidak mungkin datang, tinggal, mencari tempat berteduh, atau bergerak di sini. Kami ingin semua orang memahami hal ini,” kata juru bicara rezim junta militer, Mayjen Zaw Min Tun, dikutip dari Media Indonesia, Selasa, 1 April 2024.
Di Myanmar, banyak media independen dilarang sejak kudeta 2021. Jurnalis kemudian bekerja diam-diam di Myanmar untuk mengabarkan informasi.
Gempa bumi magnitudo 7,7 mengguncang Myanmar dan Thailand pada Jumat, 28 Maret 2025. Penyelamatan korban masih berlangsung setelah gempa yang mengakibatkan kerusakan luas di Mandalay dan ibu kota Naypyitaw. Beberapa daerah lain yang terdampak paraha berada di bagian wilayah Sagaing dan Shan bagian selatan.
Junta militer pada Senin, 1 April 2025, pagi, mengatakan jumlah korban tewas meningkat menjadi 2.056. Lebih dari 3.900 orang terluka dan 270 orang masih hilang.
Sementara itu, 19 kematian dikonfirmasi di ibu kota Thailand, Bangkok. Gempa yang berpusar di Sesar Sagaing ini menyebabkan blok menara 30 lantai yang sedang dibangun runtuh.
Para penggali terus membersihkan tumpukan puing-puing besar di lokasi, tempat belasan kematian telah dikonfirmasi dan sedikitnya 75 orang masih belum diketahui keberadaannya. Para pejabat mengatakan mereka belum putus asa untuk menemukan lebih banyak korban selamat.
Baca juga: Myanmar Mengheningkan Cipta Semenit untuk Mengenang Korban Gempa Bumi |