ADUPI Dorong Pertumbuhan Ekonomi Lewat Daur Ulang Plastik

istimewa.

ADUPI Dorong Pertumbuhan Ekonomi Lewat Daur Ulang Plastik

Al Abrar • 18 June 2025 13:24

Surabaya: Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) bersama sejumlah kementerian dan lembaga berkunjung ke fasilitas industri daur ulang di Jawa Timur sebagai bagian dari Kick-Off Kajian Supply–Demand dan Tata Kelola Bahan Baku Industri Daur Ulang Plastik Nasional, Jumat, 13 Juni 2025. Kegiatan ini digelar untuk memperkuat sinergi antar-stakeholder dalam mengatasi darurat sampah plastik dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Kegiatan ini melibatkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, serta lembaga verifikasi KSO SCISI. Kajian ini diharapkan dapat menjadi dasar penyusunan kebijakan nasional yang mendukung industri daur ulang plastik dalam negeri dan memperkuat rantai pasok berbasis prinsip keberlanjutan.

Ketua Umum ADUPI Christine Halim menegaskan, industri daur ulang selama ini menjadi garda terdepan dalam mengolah sampah plastik domestik. Ia meluruskan persepsi keliru bahwa industri ini mengimpor “sampah”.

“Yang kami impor adalah bahan baku daur ulang yang telah melalui proses verifikasi ketat dan sesuai standar internasional. Istilah ‘sampah’ yang disematkan selama ini justru menyulitkan industri kami dalam mengakses bahan baku yang dibutuhkan,” ujar dia, dalam keterangan tertulis, Rabu, 18 Juni 2025.

Christine mengingatkan, pelarangan impor tanpa solusi atas ketersediaan bahan baku domestik telah menurunkan utilitas industri, mengancam keberlangsungan usaha, dan membuka potensi terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK). Untuk itu, selama kajian berlangsung, ADUPI berharap pemerintah memberikan relaksasi izin impor agar produksi tetap berjalan.

Industri Serap 1,2 Juta Ton Sampah Plastik

Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kementerian Perindustrian Sri Bimo Pratomo mengungkapkan, sepanjang 2024 industri daur ulang nasional menyerap 1,2 juta ton sampah plastik dari dalam negeri. Total kapasitas industri mencapai 3,16 juta ton per tahun, namun utilisasi hanya mencapai 40 persen akibat terbatasnya pasokan bahan baku.

“Kalau bahan baku lokal bisa dikelola lebih baik, kita tidak perlu tergantung pada impor. Tapi sementara ini, impor masih dibutuhkan sebagai solusi jangka pendek,” ujar Bimo.

Kajian ini diawali dengan kunjungan ke fasilitas PT Pelita Mekar Semesta yang mengolah kemasan plastik pascakonsumsi menjadi biji plastik berkualitas tinggi. Selanjutnya, rombongan mengunjungi PT Bumi Indus Padma Jaya yang memproduksi bahan daur ulang berstandar food grade dari botol plastik bekas.

Sinergi Kebijakan Lintas Kementerian

Deputi Bidang Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 KLHK, Ade Palguna Ruteka, menekankan pentingnya kolaborasi lintas lembaga dan pelaku industri untuk memperkuat rantai pasok bahan baku daur ulang. Ia menyebut kajian ini sejalan dengan target pengurangan 70 persen sampah plastik pada 2030.

“Penguatan pemilahan dari sumber dan peningkatan kapasitas TPST menjadi prioritas kami. Kajian ini sangat penting untuk menyusun roadmap pengurangan ketergantungan pada bahan baku impor,” ujar dia.

Sementara itu, Direktur Pengurangan Sampah dan Pengembangan Ekonomi Sirkular KLHK, Agus Rusli, menyebut pengelolaan sampah plastik kini menjadi isu global. Ia mengingatkan potensi meningkatnya sampah plastik di laut hingga tiga kali lipat pada 2040 jika tidak ditangani serius.

Regulasi Impor Ketat

Perwakilan Kementerian Perdagangan, Yogo Dwiantoro, menyatakan bahwa izin impor hanya diberikan kepada importir berizin API-P yang telah diverifikasi secara ketat. Barang yang diimpor tidak boleh berasal dari TPA, bebas kontaminasi, dan memenuhi standar kebersihan.

Hal ini ditegaskan juga oleh Nurhayati Rachman dari KSO SCISI. Ia menjelaskan bahwa dari 41 komoditas yang diverifikasi, limbah plastik menjadi salah satu yang paling ketat pengawasannya.

“Tidak semua permohonan kami setujui. Hanya bahan baku yang memenuhi standar dan lolos verifikasi yang bisa mendapatkan Surat Surveyor,” jelas dia.

Sementara itu, CEO PT Pelita Mekar Semesta, William Wiranda, menyatakan pihaknya siap membina sektor informal, bank sampah, dan TPS3R untuk memperkuat bahan baku lokal. Namun, ia menekankan pentingnya kepastian regulasi.

“Larangan impor tanpa solusi bisa membuat industri kolaps. Kami harap kajian ini jadi acuan dalam pengambilan kebijakan yang realistis,” tegas dia.

Sekretaris Jenderal ADUPI, Edy Supriyanto, menambahkan industri siap bertransformasi dan membangun sistem lokal yang lebih kuat. Namun dalam jangka pendek, impor masih dibutuhkan untuk menjaga keberlangsungan produksi.

Kajian yang melibatkan 12 perusahaan anggota ADUPI ini diharapkan menjadi landasan penyusunan kebijakan lintas kementerian untuk mendukung industri daur ulang plastik nasional yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Anggota ADUPI yang berpartisipasi dalam kajian ini antara lain PT Astina Indah Abadi, PT Bumi Indus Padma Jaya, PT Fuyuan Plastic Industri, PT Haka Sentral Plastik, PT Hong Sheng Plastic Industry, PT Hua Chengda Indonesia, PT Japa Wasa Polimer, PT Pelita Mekar Semesta, PT Pradha Karya Perkasa, PT Pro Plastic Priman Extruder, PT Selamat Anugerah Indonesia, dan PT Yixin Teknologi Plastik.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Al Abrar)