Pameran arsitek di Tangerang. Istimewa
Al Abrar • 18 June 2025 13:57
Tangerang: Pameran arsitektur tahunan kembali digelar di ICE BSD, Tangerang, Banten, pada 8–11 Mei 2025. Tahun ini, pameran memberikan penghormatan khusus kepada maestro arsitek Mohammad Danisworo atau yang akrab disapa Danis, atas kontribusinya dalam dunia arsitektur dan tata kota di Indonesia.
Danis dikenal sebagai arsitek sekaligus pemikir kota yang telah mewarnai arah pembangunan perkotaan di berbagai wilayah di Indonesia. Lewat karya, kritik, dan gagasannya, ia menekankan pentingnya arsitektur yang tidak hanya estetis tetapi juga menyentuh aspek kemanusiaan, ekonomi, dan budaya kota.
“Pak Danis adalah sosok sentral dalam perkembangan arsitektur dan tata kota Indonesia. Kontribusinya sangat besar, baik melalui karya maupun pemikiran yang menginspirasi generasi arsitek selanjutnya,” ujar Program Director ARCH:ID 2025 Firman Herwanto.
Pameran menyajikan napak tilas perjalanan karier dan pemikiran Danis. Di bagian awal area pameran, pengunjung disambut dengan kutipan reflektif milik Danis: “Arsitektur adalah manifestasi tanggung jawab arsitek dalam perubahan peradaban masyarakat ke arah yang lebih baik.” Kutipan ini menjadi pengantar untuk menelusuri jejak intelektualnya.
Salah satu elemen menarik dalam pameran adalah penampilan empat puisi karya Danis yang pernah dimuat dalam buku ITB Berpuisi. Puisi-puisi ini merefleksikan pandangannya tentang kota sebagai cerminan peradaban yang terbentuk dari interaksi sosial, ekonomi, politik, dan budaya.
“Dalam wajah kota—termasuk kampung dan jalan—terpancar dinamika dan kontradiksi yang perlu dipahami, bukan dihapuskan,” demikian pesan yang tertuang dalam salah satu puisinya.
Tak hanya sisi pemikiran, pameran juga menghadirkan cabinet of curiosity berupa loker yang berisi trivia seputar kehidupan pribadi dan profesional Danis, mulai dari masa kecil, sumber inspirasi, hingga kebiasaannya dalam meresapi ruang kota saat melakukan perjalanan.
Antusiasme pengunjung terlihat dari banyaknya mahasiswa dan arsitek muda yang hadir. Salah satunya, Alicia Elena, lulusan Program Studi Arsitektur ITB, mengaku terkesan dengan kedalaman pameran.
“Selama ini saya hanya tahu cerita sepotong-sepotong soal Pak Danis. Tapi lewat pameran ini, saya bisa lebih mengenal sisi personal dan karya beliau, termasuk puisi yang sangat menyentuh,” kata Elena.
Pujian juga datang dari kolega dan murid-muridnya. Heru Absoro, mantan pejabat Dinas Tata Kota DKI Jakarta yang pernah bekerja sama dengan Danis, menyebut sosoknya sebagai arsitek yang memahami kota secara multidimensional, termasuk aspek ekonomi yang kerap terabaikan.
Sementara itu, Woerjantari K. Soedarsono, dosen SAPPD ITB yang pernah menjadi muridnya, mengenang momen ketika diajak Danis menelusuri kawasan pejalan kaki di Jalan Thamrin, Jakarta. “Pak Danis mengajarkan bahwa arsitek tak boleh berkacamata kuda. Semua elemen kota saling terhubung,” ujarnya.
Tidak hanya menjadi ajang penghormatan, tetapi juga ruang refleksi atas warisan pemikiran Danis yang menekankan pentingnya kota yang memanusiakan manusia. Gagasannya terus hidup dan menjadi rujukan bagi para arsitek dan perencana kota masa kini.
“Semangat Pak Danis harus terus diteruskan, demi mewujudkan kota Indonesia yang adil, manusiawi, dan berjati diri,” ujar Firman.