Rodrigo Duterte dalam perjalanan menuju Belanda. Foto: ABC-CBN
Fajar Nugraha • 12 March 2025 09:59
Den Haag: Sebuah pesawat yang membawa mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte meninggalkan ibu kota Filipina menuju Den Haag pada Selasa 11 Maret 2025 menyusul penangkapannya berdasarkan surat perintah Pengadilan Kriminal Internasional (ICC). Penangkapan didasarkan atas tindakan kerasnya yang mematikan terhadap narkoba.
“Pria berusia 79 tahun itu menghadapi dakwaan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan. Atas tindakan keras yang diperkirakan oleh kelompok hak asasi manusia telah menewaskan puluhan ribu orang yang sebagian besar miskin, seringkali tanpa bukti bahwa mereka terkait dengan narkoba,” menurut pernyataan ICC, seperti dikutip Channel News Asia, Rabu 12 Maret 2025.
Presiden Ferdinand Marcos mengatakan dalam jumpa pers bahwa pesawat yang membawa pendahulunya telah berangkat pada pukul 11.03 malam waktu setempat.
"Pesawat itu sedang dalam perjalanan ke Den Haag di Belanda yang memungkinkan mantan presiden tersebut menghadapi dakwaan kejahatan terhadap kemanusiaan terkait dengan perang berdarahnya terhadap narkoba," kata Marcos.
Duterte ditangkap di bandara internasional Manila pada Selasa setelah "Interpol Manila menerima salinan resmi surat perintah penangkapan dari ICC", kata istana kepresidenan.
Putrinya, Wakil Presiden saat ini Sara Duterte, mengatakan bahwa dia "dibawa secara paksa ke Den Haag".
"Ini bukan keadilan ini penindasan dan penganiayaan," kata Sara Duterte dalam sebuah pernyataan.
Duterte sebelumnya menggunakan media sosial untuk mengatakan bahwa dia yakin Mahkamah Agung Filipina akan turun tangan dan mencegah pemindahannya.
"Mahkamah Agung tidak akan menyetujuinya. Kami tidak memiliki perjanjian ekstradisi," katanya di Instagram Live setelah pengacaranya mengajukan petisi.
Seorang juru bicara ICC mengonfirmasi surat perintah penangkapan tersebut pada hari Selasa dan mengatakan bahwa sidang pendahuluan akan dijadwalkan saat Duterte berada dalam tahanan pengadilan.
Sementara para pendukungnya menyebut penangkapannya "melanggar hukum", reaksi dari mereka yang menentang perang narkoba Duterte sangat gembira. Satu kelompok yang bekerja untuk mendukung ibu-ibu dari mereka yang tewas dalam tindakan keras tersebut menyebut penangkapan tersebut sebagai "perkembangan yang sangat disambut baik".
"Para ibu yang suami dan anak-anaknya terbunuh karena perang narkoba sangat senang karena mereka telah menunggu ini sejak lama," kata Rubilyn Litao, koordinator Rise Up for Life and for Rights, kepada AFP, sementara aliansi hak asasi manusia Filipina Karapatan mengatakan penangkapannya "sudah lama tertunda".
Human Rights Watch juga mengatakan penangkapan itu adalah "langkah penting untuk akuntabilitas di Filipina".
Namun, Tiongkok memperingatkan ICC agar tidak "dipolitisasi" dan "standar ganda" dalam kasus Duterte, dengan mengatakan bahwa mereka "memantau dengan saksama perkembangan situasi".