Industri Manufaktur RI Diprediksi Baru Bangkit Akhir Tahun Ini

Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal (dua dari kiri). Metrotvnews.com/Safira Prameswari

Industri Manufaktur RI Diprediksi Baru Bangkit Akhir Tahun Ini

Safira Prameswari • 25 July 2025 09:32

Jakarta: Lembaga riset ekonomi CORE Indonesia memproyeksikan sektor manufaktur nasional akan menunjukkan sedikit pemulihan pada Desember 2025. Meski demikian, sepanjang tahun ini sektor tersebut diperkirakan tetap dalam kondisi kontraksi dengan Purchasing Managers Index (PMI) di bawah level 50.

Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal mengatakan, potensi rebound manufaktur pada akhir tahun didorong oleh meningkatnya permintaan domestik menjelang perayaan Natal dan tahun baru.

"PMI itu kan dia melihat dari kinerja industri manufaktur, dari beberapa indikator, melihat supply chain-nya. Jadi lihat order, lihat produksi, lihat stok, lihat yang dikirim, lihat tenaga kerja. Berarti dia melihat demand sebetulnya itu," ujar Faisal dalam diskusi di Jakarta dikutip, Jumat, 25 Juli 2025

Ia menegaskan, permintaan dalam negeri merupakan faktor utama penggerak PMI manufaktur Indonesia. Faisal juga menjelaskan tekanan terhadap permintaan diperkirakan masih kuat pada kuartal kedua hingga keempat tahun ini. Hal ini menyebabkan aktivitas manufaktur cenderung lesu dan hanya satu sektor yang dinilai masih menunjukkan kinerja positif.

"Satu-satunya sektor yang masih menunjukkan kinerja positif adalah makanan dan minuman," tambah dia.
 

Baca juga: 

Akses Pasar BRICS Selamatkan Ekonomi RI di Tengah 'Huru-hara' Ekonomi Global



(Ilustrasi. Foto: Dok istimewa)

Industri tekstil dan produk tekstil disorot

Di luar sektor tersebut, lanjut Faisal, sebagian besar industri manufaktur masih mengalami kontraksi. Ia menyoroti tekstil dan produk tekstil (TPT) yang memiliki ketergantungan ekspor cukup tinggi, terutama ke pasar Amerika Serikat. Sektor ini disebut tengah berjuang meningkatkan daya saing di tengah tekanan harga dan logistik.

"Tarif dasar untuk produk tekstil Indonesia itu lima sampai 15 persen. Vietnam nol persen," kata dia.

Ia menambahkan, meski AS telah menurunkan tarif resiprokal menjadi 19 persen untuk produk Indonesia, total beban tarif yang ditanggung masih lebih tinggi dibandingkan Vietnam. Hal ini menjadi salah satu penyebab menurunnya daya saing ekspor nasional.

Di sisi lain, industri TPT di dalam negeri kini dibayangi limpahan produk dari Tiongkok akibat kelebihan pasokan dan efek lanjutan dari perang dagang AS dan Tiongkok. Kondisi tersebut membuat kompetisi di pasar domestik semakin ketat.

“Kompetisinya makin besar di industri tekstil dan produk tekstil. Jadi sangat mungkin masih kontraksi, kecuali Desember," ujar dia.

Dengan tekanan dari dua arah eksternal dan internal, pemulihan sektor manufaktur diprediksi akan terjadi secara terbatas, dan lebih bersifat momentum menjelang akhir tahun.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Eko Nordiansyah)