BRIN Soroti Potensi Abalon di Pesisir Gunungkidul, Kaya Gizi dan Bernilai Ekonomi Tinggi

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Dok Humas BRIN.

BRIN Soroti Potensi Abalon di Pesisir Gunungkidul, Kaya Gizi dan Bernilai Ekonomi Tinggi

Atalya Puspa • 4 September 2025 14:33

Jakarta: Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyoroti potensi abalon (Haliotis spp.) sebagai sumber daya laut unggulan di kawasan pesisir Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). BRIN menyebut dari tujuh spesies abalon yang ada di Indonesia, empat di antaranya ditemukan di wilayah ini, yakni Haliotis asinina, Haliotis squamata, Haliotis varia, dan Haliotis ovina.

"Garis pantai yang panjang menawarkan ekologi yang bagus dalam mendukung pertumbuhan abalon," kata Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan BRIN, Dwi Eny Djoko Setyono, Kamis, 4 September 2025.

Dari hasil analisis gizi, abalon mengandung sekitar 20 gram protein per 100 gram daging, menjadikannya sumber protein tinggi dengan lemak sangat rendah, hanya 0,1 gram, dan hampir tanpa kolesterol. Abalon juga kaya omega 3 dan 6 yang baik untuk jantung, serta mineral lengkap seperti kalsium, fosfor, dan zat besi.

"Daging abalon mengandung vitamin A, B12, dan E. Vitamin E yang tinggi berkontribusi pada kesehatan kulit dan perlindungan terhadap radikal bebas, sementara seng meningkatkan antibodi tubuh," jelas Djoko.
 

Baca juga: Temuan Penting! BRIN Identifikasi Sesar Aktif di Wilayah Semarang

Tak hanya dagingnya, bagian lain dari abalon berpotensi dikembangkan. Penelitian BRIN menemukan isi perut abalon mengandung enzim bermanfaat, sedangkan lendirnya memiliki sifat anti-peradangan dan anti-pembengkakan. 

"Ini membuka peluang pengembangan obat-obatan inovatif dan produk kosmetik anti-aging," tambah Djoko.

Namun, budi daya abalon di Gunungkidul menghadapi tantangan. Gelombang tinggi khas pesisir selatan Jawa menyulitkan penentuan lokasi budi daya yang aman. Saat ini, nelayan hanya bisa menangkap abalon saat air laut surut panjang, sehingga pasokannya tidak konsisten. Djoko pun mengusulkan strategi berbasis keberlanjutan. 

"Kita perlu menebarkan benih melalui restocking, lalu mengatur regulasi agar nelayan hanya menangkap abalon berukuran lebih dari 5 sentimeter. Pada ukuran tersebut, abalon sudah bertelur dan berkontribusi pada regenerasi populasi di alam," jelas Djoko.

Ia berharap dengan budi daya terkontrol, restocking, dan regulasi penangkapan, abalon dapat menjadi komoditas bernilai strategis. Baik bagi pangan, kesehatan, maupun industri kreatif. 

"Abalon memiliki kandungan gizi luar biasa dan nilai ekonomi tinggi. Potensi ini bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus menjaga kelestarian ekosistem laut Gunungkidul," ujar Djoko.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)