Mahkamah Agung AS Ragukan Kewenangan Luas Trump Soal Tarif Impor

Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Foto: Anadolu

Mahkamah Agung AS Ragukan Kewenangan Luas Trump Soal Tarif Impor

Muhammad Reyhansyah • 6 November 2025 14:06

Washington: Mayoritas hakim Mahkamah Agung Amerika Serikat (AS) pada Rabu, 5 November 2025 tampak skeptis terhadap kemampuan Presiden Donald Trump untuk memberlakukan tarif impor sepihak dalam skala besar. Sikap itu menandai potensi ancaman terhadap salah satu pilar utama kebijakan ekonomi Trump.

Tiga hakim konservatif mempertanyakan apakah undang-undang darurat memberikan kekuasaan hampir tanpa batas kepada presiden untuk menetapkan dan mengubah tarif impor, yang dapat berdampak besar pada ekonomi global. 

Sementara tiga hakim liberal juga menunjukkan keraguan serupa, sehingga setidaknya dua suara konservatif tambahan bisa membatasi kewenangan tarif Trump, meski tidak menghapusnya sepenuhnya.

Ini menjadi pertama kalinya Mahkamah Agung menguji langsung kebijakan utama Trump, yang sebelumnya jarang dibatasi dalam keputusan sementara. Namun, keputusan penuh dari perkara ini mungkin baru keluar dalam beberapa minggu atau bulan mendatang.

Konstitusi AS menetapkan bahwa kekuasaan menetapkan tarif berada di tangan Kongres. Pemerintahan Trump berargumen bahwa undang-undang darurat memungkinkan presiden mengatur impor termasuk melalui tarif.

Hakim Neil Gorsuch menilai hal itu berpotensi menggeser kekuasaan legislatif ke tangan presiden. “Ini seperti arah satu jalur menuju penumpukan kekuasaan di eksekutif dan menjauh dari wakil rakyat,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa keputusan yang “mengambil uang rakyat” seharusnya dilakukan melalui perwakilan terpilih.

Ketua Mahkamah Agung John Roberts juga menanyakan apakah undang-undang darurat itu memungkinkan tarif terhadap “produk apa pun, dari negara mana pun, dalam jumlah berapa pun, dan selama waktu apa pun.”

Hakim Amy Coney Barrett ikut menekan pemerintah dengan mempertanyakan cakupan kebijakan tarif yang luas terhadap banyak negara.

Jaksa Agung D. John Sauer membela langkah tersebut dengan menyebut bahwa ketidakseimbangan perdagangan adalah “masalah global,” dan bahwa tarif Trump dimaksudkan untuk menata perdagangan yang lebih adil, bukan sebagai instrumen pajak. “Fakta bahwa tarif menghasilkan pendapatan hanyalah efek samping,” katanya.

Namun beberapa jam kemudian, Trump menyatakan tarifnya akan membantu mengurangi defisit. “Tarif saya menghasilkan ratusan miliar dolar,” katanya dalam pidato di Miami.

Dampak Hukum dan Ekonomi Tarif

Dikutip dari France24, Kamis, 6 November 2025, kasus yang diajukan ke Mahkamah Agung mencakup dua kebijakan tarif besar. Pertama, tarif yang diberlakukan pada Februari terhadap impor dari Kanada, Tiongkok, dan Meksiko setelah Trump menyatakan darurat nasional terkait perdagangan narkotika. Kedua, tarif “resiprokal” berskala luas terhadap sebagian besar negara yang diumumkan pada April.

Sejumlah gugatan diajukan terhadap kebijakan tersebut, termasuk dari belasan negara bagian yang cenderung Demokrat dan kelompok usaha kecil. Mereka menilai Undang-Undang Kekuasaan Ekonomi Darurat Internasional tahun 1977 (IEEPA) tidak menyebutkan tarif, dan belum pernah digunakan untuk memberlakukan pajak impor.

Pengadilan tingkat bawah sebagian besar menilai langkah Trump melanggar undang-undang tersebut. Namun beberapa hakim banding mendukung pemerintah, menyebut presiden memang memiliki wewenang luas dalam keadaan darurat.

Di Mahkamah Agung, perdebatan berfokus pada doktrin hukum yang dikenal sebagai major questions doctrine, yang sebelumnya membatalkan beberapa kebijakan besar Presiden Joe Biden seperti penghapusan utang mahasiswa senilai 500 miliar dolar AS. Pihak penantang menilai tarif Trump seharusnya dinilai dengan standar yang sama karena dampaknya bisa mencapai 3 triliun dolar dalam satu dekade.

Pemerintah menegaskan kebijakan tarif adalah bagian dari kebijakan luar negeri, yang seharusnya tidak dibatasi oleh pengadilan. Beberapa hakim konservatif, termasuk Brett Kavanaugh, terlihat sejalan dengan pandangan itu.

“Anda memaksa presiden menanggapi keadaan darurat, tapi sekaligus mengambil alat yang dibutuhkannya,” katanya. Roberts juga tampak berhati-hati agar keputusan pengadilan tidak terlalu membatasi kewenangan presiden di bidang luar negeri.

Pengacara Neal Katyal, mewakili kelompok usaha kecil yang menentang tarif, memperingatkan bahwa jika Mahkamah Agung berpihak pada Trump, Kongres akan kehilangan kekuasaannya secara permanen. “Kita tidak akan pernah mendapatkan kembali kekuasaan ini jika pemerintah menang,” ujarnya.

Jika Trump kalah, pemerintah mungkin harus mengembalikan dana yang telah terkumpul. Sejauh ini, Departemen Keuangan AS sudah menerima hampir 90 miliar dolar dari tarif impor yang diberlakukan di bawah undang-undang darurat.

Meski begitu, tarif kemungkinan tidak akan sepenuhnya hilang karena presiden masih bisa menggunakannya melalui undang-undang lain yang lebih terbatas.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Fajar Nugraha)