Gedung BRIN. Foto: Humas BRIN.
Jakarta: Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memasang radiation portal monitor (RPM) di gerbang keluar Kawasan Industri Modern (KIM) Cikande, Serang, Banten. Hal itu dilakukan untuk mencegah penyebaran radioaktif cesium-137 (Cs-137) dari area terdampak pencemaran.
Langkah tersebut dilakukan menyusul temuan cemaran Cs-137 pada udang beku ekspor asal Indonesia. Setelah melalui penelusuran, cematan berasal dari kontainer perusahaan eksportir berjarak sekitar dua kilometer dari sumber lokal pencemar, yakni pabrik pengolah besi bekas PT Peter Metal Technology (PMT).
Perekayasa Ahli Muda Pusat Riset Teknologi Analisis Berkas Nuklir BRIN Dian Fitri Atmoko menjelaskan pemasangan RPM dilakukan untuk memantau seluruh kendaraan yang keluar dari kawasan industri. Tujuannya agar kontaminasi Cs-137 tidak menyebar ke luar kawasan.
Kami memastikan setiap kendaraan yang keluar dari area Cikande aman dari paparan radiasi,” kata Dian, dikutip dari Media Indonesia, Selasa, 11 November 2025.
BRIN menerima laporan dugaan paparan radiasi di Cikande pada akhir September 2025. Tim kemudian memetakan area terdampak dan menemukan paparan Cs-137 tidak hanya di pabrik PMT, tetapi juga menyebar melalui udara dan debu ke sejumlah area industri sekitar.
Menurut Dian, lokasi pemasangan RPM dipilih di depan Gedung Modernland Cikande. Sebab, memiliki laju dosis latar rendah, di bawah 0,05 mikrosievert per jam, serta didukung infrastruktur listrik dan jaringan komunikasi yang stabil.
Pemasangan alat selesai dalam waktu kurang dari tiga pekan dengan desain fondasi portabel berbahan baja agar tidak merusak jalan. Alat berbobot 300 kilogram tersebut mulai beroperasi pada 21 Oktober 2025 pukul 23.50 WIB. Alat tersebut beroperasi selama 24 jam.
“Data operasional menunjukkan tren kontaminasi menurun signifikan. Laju dosis di kendaraan menurun, jumlah kendaraan terkontaminasi semakin sedikit,” ujar Dian.
Gedung BRIN. Foto: Dok/Humas BRIN.
RPM merupakan alat pendeteksi pasif radiasi gamma untuk menyeleksi pejalan kaki, kendaraan, atau objek lain yang membawa bahan radioaktif. Sistem yang dipasang di Cikande adalah RPM gross detector dengan empat detektor gamma berbahan plastik sintilator, berfungsi mendeteksi peningkatan radiasi tanpa mengidentifikasi jenis isotop.
Teknologi RPM dikembangkan BRIN sejak 2015 untuk mendeteksi bahan radioaktif di pelabuhan dan bandara. Dari 2015 hingga 2023, tim telah menghasilkan tujuh jenis RPM, tiga di antaranya sudah terdaftar sebagai paten nasional.
Namun, Indonesia saat ini hanya memiliki empat RPM aktif di pelabuhan. Sebagian besar merupakan hibah dari Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) sejak awal 2000-an.
“Negara sebesar Indonesia cuma punya empat RPM yang bekerja. Malaysia punya lebih dari 40 unit untuk satu pelabuhan,” ujar Dian.
Dian menilai RPM penting untuk melindungi masyarakat dari risiko paparan radiasi sekaligus menjaga reputasi ekspor. “Kalau pelabuhan kita punya RPM, lalu produk kita dituduh terpapar radiasi di luar negeri, kita bisa buktikan bahwa sebelum ekspor sudah lolos deteksi,” katanya.
BRIN kini fokus mendorong hilirisasi RPM agar dapat diproduksi massal oleh industri nasional. Tantangan utama yang dihadapi adalah ketergantungan pada impor detektor gamma dengan waktu tunggu hingga empat bulan.
“Kalau industri dalam negeri bisa memproduksi detektor sendiri, itu akan jadi lompatan besar,” kata Dian.
“Jangan tunggu kasus berikutnya untuk sadar pentingnya pemantauan radiasi. RPM adalah benteng pertahanan tak terlihat yang menjaga kita semua," pungkas Dian.