Asap membubung tinggi di lokasi pemusnahan amunisi TNI di Garut, Jawa Barat. Dok. Metro TV
Jakarta: Ledakan maut dalam proses pemusnahan amunisi kedaluwarsa di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Garut, Jawa Barat, hingga kini masih menyisakan pertanyaan besar. Salah satu isu paling krusial yang muncul adalah soal status warga sipil yang turut menjadi korban.
TNI sempat menyatakan warga mendekat untuk memulung serpihan logam, sementara pihak keluarga menyebut mereka adalah pekerja harian resmi yang dipekerjakan oleh TNI.
Situasi ini makin rumit karena ada dugaan kuat bahwa dua peristiwa berbeda telah bercampur dalam narasi publik. Pertama, insiden peledakan awal, yang setelahnya sejumlah warga diduga mendekat untuk mengambil logam. Kedua, peristiwa peledakan detonator—yang menjadi penyebab utama 13 korban jiwa, termasuk 9 warga sipil.
Namun perlu dicatat, hingga kini, semua ini masih bersifat dugaan berdasarkan keterangan dari satu keluarga korban.
TNI sendiri menyatakan bahwa investigasi masih berlangsung. Dalam pernyataan resminya, Pangdam III/Siliwangi, Mayjen TNI Dadang Arif Abdurahman menegaskan, tim masih bekerja secara intensif untuk mengungkap seluruh fakta, termasuk kenapa warga sipil bisa berada di lokasi yang seharusnya steril.
"Masih investigasi, belum selesai dan tim dari Kodam III Siliwangi sedang bekerja secara intensif terutamanya mengungkap penyebab pasti dari insiden tersebut," ujar Dadang saat mengunjungi keluarga korban di RSUD Pameungpeuk, Selasa, 13 Mei 2025.
Berikut enam fakta penting yang menyoroti perbedaan dua dugaan peristiwa serta posisi warga sipil dalam tragedi ledakan Garut:
1. Keluarga Korban: Mereka Diupah dan Bekerja, Bukan Memulung
Agus Setiawan, kakak kandung dari salah satu korban, menyatakan bahwa para korban bekerja membantu pembukaan peluru dan selongsong sebelum dimusnahkan. Mereka diberi upah harian sebesar Rp150 ribu.
Dugaan ini menunjukkan bahwa mereka tidak datang secara sembarangan atau tanpa koordinasi. Menurut Agus, pekerjaan itu dilakukan atas permintaan pihak TNI.
"Kami jadi buruh pak. Buruh buka selongsong. Per hari dibayar Rp150 ribu," ujar Agus saat berbincang dengan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.
Baca juga:
Menelusuri Jejak Ledakan Pemusnahan Amunisi Garut
2. TNI: Warga Mendekat untuk Ambil Serpihan Logam
Dari sisi TNI, narasi yang disampaikan menyebut keberadaan warga sipil berkaitan dengan kebiasaan warga yang mendekat setelah peledakan usai. Mereka disebut mencari sisa logam yang bisa dijual.
Pernyataan ini disampaikan oleh Mayjen Kristomei Sianturi, Kepala Pusat Penerangan TNI. Ia menjelaskan bahwa perilaku ini umum terjadi di sekitar lokasi pemusnahan amunisi.
"Tetapi memang kebiasaan masyarakat di tempat itu adalah apabila seusai ledakan mereka berbondong-bondong untuk mendekat untuk mengambil sisa-sisa besi, sisa-sisa lempengan logam, atau tembaga dari amunisi yang sudah kita ledakkan," katanya.
3. Video Viral: Terjadi Sebelum Ledakan Kedua, Menurut Keluarga
Sebuah video yang memperlihatkan warga mendekat ke lokasi ledakan menjadi perdebatan publik. Banyak yang menganggap video tersebut menunjukkan ketidaktertiban atau pelanggaran protokol.
Namun, Agus Setiawan menyebut video itu diambil setelah peledakan pertama dan sebelum ledakan kedua yang menimbulkan korban jiwa. Ia menduga orang-orang dalam video itu adalah kelompok lain yang tidak menjadi korban.
"Yang mungut rombongan kita-kita juga, tapi beda peristiwa. Sebelum kejadian itu," ungkapnya.
4. Gubernur Jabar: Beberapa Korban Sudah Bekerja Selama Bertahun-tahun
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi turut menyuarakan bahwa korban bukan pemulung. Ia menyebut para korban sudah bekerja secara rutin dalam kegiatan serupa.
Menurut Dedi, bahkan ada warga yang sudah 10 tahun menggeluti pekerjaan itu. Ia juga menyatakan komitmen Pemprov Jabar untuk menanggung biaya pendidikan anak-anak korban.
"Mereka pengakuannya bekerja di sana. Sudah cukup lama, ada yang sampai 10 tahun membantu dan menjadi profesi yang ditekuni dalam setiap harinya dan memang sudah berpengalaman," ujar Dedi.
5. Pangdam Siliwangi: Investigasi Masih Berjalan, Lokasi Disterilkan
Pangdam III/Siliwangi Mayjen Dadang Arif Abdurahman menegaskan bahwa investigasi belum rampung. Semua faktor, termasuk keberadaan warga sipil, akan menjadi fokus penyelidikan tim investigasi.
Ia juga menyatakan bahwa lokasi kejadian telah disterilkan untuk mencegah kejadian serupa, dan keputusan soal pelibatan warga ke depan akan menunggu hasil investigasi.
"Berkaitan dengan pelibatan warga sipil dalam proses pemusnahan amunisi ke depannya masih menunggu arahan dan hasil investigasi," kata Dadang.
6. TNI AD: Keberadaan Warga Sipil Jadi Substansi Investigasi
Brigjen TNI Wahyu Yudhayana dari Dinas Penerangan TNI AD menegaskan bahwa isu tentang mengapa warga bisa berada begitu dekat dengan zona peledakan merupakan bagian utama dari investigasi.
Pihak TNI meminta waktu agar tim investigasi dapat bekerja secara objektif dan menyeluruh.
"Itu masuk dalam substansi yang sedang diselidiki oleh tim investigasi, saat ini masih berlangsung, mohon beri kesempatan tim bekerja," ujar Wahyu.
Sampai investigasi selesai, semua klaim tentang status warga sipil di lokasi ledakan masih harus dipandang sebagai dugaan. Namun, penting untuk menjaga agar narasi publik tidak menyudutkan korban maupun keluarga mereka.
TNI punya tanggung jawab untuk membuka fakta sejelas-jelasnya, termasuk bagaimana prosedur keamanan dan pelibatan warga sipil selama ini berlangsung. Dua dugaan peristiwa—antara pemulung dan korban—perlu dipilah dengan data, bukan asumsi.