Bendungan Raksasa Tiongkok Senilai Rp2,739 Triliun Picu Ketegangan Regional

Tiongkok resmi memulai pembangunan bendungan raksasa senilai Rp2,739 triliun di Sungai Brahmaputra, wilayah Tibet pada Juli 2025. (Anadolu Agency)

Bendungan Raksasa Tiongkok Senilai Rp2,739 Triliun Picu Ketegangan Regional

Willy Haryono • 21 July 2025 09:58

Tibet: Tiongkok resmi memulai pembangunan bendungan raksasa senilai USD167,8 miliar atau sekitar Rp2,739 triliun di Sungai Brahmaputra, wilayah Tibet, pada Sabtu, 19 Juli. Proyek ini memicu kekhawatiran serius di India dan Bangladesh karena menyangkut kontrol aliran air lintas negara.

Perdana Menteri Tiongkok Li Qiang mengumumkan dimulainya proyek dalam seremoni peletakan batu pertama di Nyingchi, dekat perbatasan Arunachal Pradesh, India.

Bendungan tersebut berada di Sungai Yarlung Zangbo, nama lokal untuk Brahmaputra tepatnya di stasiun pembangkit listrik Mainling, menurut laporan Xinhua dan dikutip On Manorama, Senin, 21 Juli 2025 .

Proyek ini mencakup lima stasiun pembangkit listrik berantai dengan target kapasitas tahunan lebih dari 300 miliar kilowatt-jam, cukup untuk menyuplai kebutuhan energi 300 juta orang. Pembangunan ini menjadikannya proyek infrastruktur terbesar di dunia, melampaui bendungan Three Gorges milik Tiongkok sendiri.

“Energi yang dihasilkan akan digunakan terutama untuk konsumsi eksternal, sambil menjawab kebutuhan lokal di Tibet,” tulis laporan resmi. Investasi proyek diperkirakan mencapai 1,2 triliun yuan atau sekitar USD167,8 miliar.

India menyatakan kekhawatiran karena posisi bendungan berada di hulu Brahmaputra, tepat sebelum sungai memasuki wilayah Arunachal Pradesh dan mengalir ke Bangladesh. Selain risiko kontrol aliran air, India mencemaskan potensi pelepasan air besar-besaran jika terjadi konflik.

“Skala proyek ini bukan hanya besar, tapi juga strategis. Tiongkok bisa mengontrol aliran air ke India dan Bangladesh,” tulis laporan harian The Hindu.

Tiongkok sebelumnya telah mengoperasikan Bendungan Zam di Tibet pada 2015 senilai USD1,5 miliar, yang saat itu menjadi yang terbesar di wilayah tersebut.

Kekhawatiran India juga muncul dari aspek teknis. Lokasi bendungan berada di wilayah rawan gempa karena terletak di batas lempeng tektonik. Namun, pernyataan resmi Beijing mengklaim proyek ini mengutamakan perlindungan ekologis dan telah melalui survei geologi serta inovasi teknologi yang komprehensif.

Untuk mengelola isu lintas batas, India dan Tiongkok membentuk Expert Level Mechanism (ELM) sejak 2006. Melalui mekanisme ini, Tiongkok memberikan data hidrologi sungai Brahmaputra dan Sutlej selama musim banjir.

Topik pembagian data sungai ini turut dibahas dalam pertemuan antara Penasihat Keamanan Nasional India Ajit Doval dan Menlu Tiongkok Wang Yi, Desember tahun lalu.

Bangladesh, sebagai negara hilir Brahmaputra, juga menyatakan keprihatinan terhadap potensi dampak bendungan terhadap pasokan air mereka. (Muhammad Reyhansyah)

Baca juga:  Proyek Bendungan Tiongkok di Brahmaputra Picu Kekhawatiran Bangladesh dan India

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Willy Haryono)