Jakarta: Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menggelar pemilu raya dalam menentukan ketua umum baru. Sistem pemilihan tersebut dianggap menjadi inovasi politik yang patut diapresiasi
"Saya melihat bahwa sistem pemilu raya yang diterapkan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) untuk memilih ketua umum merupakan sebuah inovasi politik yang patut diapresiasi," kata Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA), Herry Mendrofa, dalam keterangan pers, Selasa, 15 Juli 2025.
Herry menilai sistem pemilihan yang dilakukan PSI mencerminkan semangat demokrasi yang semakin terbuka. Sebab pemilihan ketua umum yang diterapkan PSI tak banyak dilakukan oleh partai politik lain di Indonesia.
"Pendekatan ini mencerminkan semangat demokrasi internal yang semakin terbuka dan partisipatif, yang masih jarang diterapkan secara konsisten oleh partai-partai politik di Indonesia," jelasnya.
Selain itu sistem pemilu raya PSI juga memberikan ruang kepada seluruh kader PSI untuk menilai secara langsung visi dan misi yang digaungkan oleh calon ketua umun.
Herry juga menyebut sistem pemilu raya PSI akan menumbuhkan rasa kepemilikan terhadap partai. Serta, memperkuat legitimasi kepemimpinan yang akan memperkuat konsolidasi gerakan partai kedepannya.
"Proses pemilu raya memungkinkan publik, khususnya kader PSI di seluruh daerah, untuk menilai secara langsung rekam jejak, visi, dan kapasitas para calon ketua umum. Ini menciptakan ruang debat terbuka dan menjauhkan partai dari praktik oligarkis yang biasanya didominasi segelintir elite," ungkapnya.
Lebih lanjut dia menilai jika sistem pemilihan ketua umum partai politik dilakukan secara terbuka seperti pemilu raya PSI, tidak menutup kemungkinan akan menjadi jalan dalam menata ulang regenerasi kepemimpinan partai secara lebih demokratis dan meritokratis.
"Jika dijalankan secara konsisten dan jujur, mekanisme ini bisa menjadi contoh bagi partai lain untuk menata ulang mekanisme regenerasi kepemimpinan partai secara lebih demokratis dan meritokratis. Ini bisa menjadi antitesis dari model konvensional yang sering kali tertutup, transaksional, bahkan feodal," ujarnya.