Cek Rekomendasi IMF bagi Ekonomi Indonesia

Ilustrasi kondisi perekonomian Jakarta. Foto: dok MI/Sumaryanto.

Cek Rekomendasi IMF bagi Ekonomi Indonesia

Media Indonesia • 3 July 2023 14:44

 

Jakarta: Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) merekomendasikan berbagai langkah dan kebijakan yang dapat diambil Indonesia untuk mempertahankan kinerja apik perekonomian. Hal itu tertuang dalam Article IV 2023 yang dirilis lembaga pemberi pinjaman itu untuk Indonesia.

Rekomendasi pertama yang diberikan ialah pemerintah tetap melanjutkan pengelolaan fiskal yang hati-hati dengan menjaga defisit anggaran di angka tiga persen terhadap produk domestik bruto (PDB) tahun ini. Itu dinilai akan berfungsi sebagai jangkar keuangan negara di tengah masih tingginya ketidakpastian ekonomi dunia.

Sejalan dengan itu, strategi fiskal jangka menengah yang konkret, didukung mobilisasi pendapatan yang lebih tinggi, reformasi subsidi energi, dan perlindungan sosial yang lebih baik, diperlukan untuk mendukung agenda pembangunan Indonesia.

Rekomendasi kedua, pengetatan kebijakan moneter penting untuk mengatasi peningkatan risiko inflasi dan dapat dipertahankan pada sikap netral saat ini. Bank Indonesia dinilai harus bersiap untuk mengetatkan kebijakan moneter lebih lanjut jika inflasi mengejutkan.

Ketiga, dengan adanya pemulihan pascapandemi covid-19, langkah-langkah toleransi peraturan harus diperketat. Pengawasan dan penyediaan sektor perbankan yang berkelanjutan harus memitigasi risiko di sektor-sektor yang terkena dampak pandemi dan risiko yang timbul dari paparan korporasi dan bank terhadap suku bunga yang lebih tinggi.

Keempat, IMF merekomendasikan Indonesia memiliki penyangga fiskal dan keuangan yang kuat untuk menanggapi guncangan yang merugikan. Sementara itu, nilai tukar harus terus memainkan peran penyerap goncangan, penggunaan intervensi valuta asing mungkin sesuai dalam guncangan dan kondisi tertentu.

Kelima, reformasi struktural yang luas sangat penting untuk mendukung pertumbuhan jangka menengah dan harus sejalan dengan kebijakan untuk mendiversifikasi ekonomi.

"Potensi manfaat jangka panjang dari hilirisasi perlu dipertimbangkan terhadap biayanya, yang meliputi limpahan lintas batas yang negatif; pembatasan ekspor harus dihindari," demikian petikan rekomendasi IMF yang dikutip, Kamis, 29 Juni 2023.

Rekomendasi keenam, strategi mitigasi perubahan iklim pihak berwenang secara tepat difokuskan pada peraturan penggunaan lahan dalam jangka pendek. Namun, reformasi yang lebih luas pada subsidi energi dan penetapan harga karbon akan diperlukan untuk mencapai emisi nol bersih pada 2060.

"Untuk memfasilitasi transisi Indonesia ke sumber energi terbarukan dan mempromosikan ekonomi yang lebih hijau, memobilisasi pembiayaan swasta dan internasional akan menjadi sangat penting," tulis rekomendasi IMF.

Rekomendasi tersebut berangkat dari asesmen yang dilakukan para direktur di lembaga pemberi pinjaman. Beberapa di antaranya IMF menilai kinerja ekonomi Indonesia berkinerja kuat, tekanan inflasi sedang, dan kebijakan ekonomi makro telah dikembalikan dengan tepat ke pengaturan prapandemi.

Prospek tetap menguntungkan dan risiko secara umum seimbang, tetapi dengan ketidakpastian yang cukup besar terkait dengan lingkungan eksternal.

IMF juga sepakat langkah-langkah bantuan peraturan terkait dengan krisis di sektor keuangan tidak boleh diperpanjang ketika berakhir pada Maret 2024 untuk mengurangi risiko, termasuk pengakuan kerugian yang tertunda.

Selain itu, IMF menyambut baik ambisi Indonesia untuk meningkatkan nilai tambah dalam ekspor, menarik investasi asing langsung, serta memfasilitasi alih keterampilan dan teknologi. Namun, kebijakan harus diinformasikan melalui analisis lebih lanjut dan dirancang untuk meminimalkan luapan lintas batas.

Dalam konteks itu, IMF mengimbau untuk mempertimbangkan penghapusan pembatasan ekspor secara bertahap dan tidak memperluas pembatasan pada komoditas lain.

Masih cukup kuat

Di kesempatan berbeda, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan guncangan ekonomi dunia masih cukup tinggi dan kian menguatkan ketidakpastian dunia. Hal itu mendorong makin banyaknya negara yang tak mampu menahan dampak dari situasi eksternal.

"Kita lihat banyak negara yang sudah tidak mampu bertahan dalam tekanan permasalahan ekonomi dunia dan gejolak ekonomi dunia," kata dia dalam konferensi pers APBN, Selasa, 27 Juni 2023.

Salah satu indikator yang paling terlihat ialah dari sisi purchasing manager's index (PMI) manufaktur global yang terus menunjukkan kemerosotan. Dari catatannya, hanya 24 persen negara yang memiliki level PMI di zona ekspansif dan terakselerasi.

Sementara itu, 14 persen negara memiliki PMI yang cenderung stagnan dan berada di zona ekspansif. Lalu, 62 persen negara tercatat memiliki level PMI manufaktur di zona kontraksi dan mengalami penurunan.

Kondisi tersebut, kata Sri Mulyani, tak luput dari kondisi ekonomi global yang melemah akibat konflik geopolitik Rusia-Ukraina dan dampak pandemi covid-19. Indonesia, menurutnya, menjadi salah satu negara yang saat ini masih dalam pengecualian tren pelemahan tersebut.

Apalagi, IMF memproyeksikan ekonomi Indonesia masih akan tumbuh lima persen tahun ini dan merangkak naik jadi 5,1 persen pada 2024. Meski melambat bila dibandingkan dengan pertumbuhan 2022 yang mencapai 5,3 persen, kondisi tersebut dinilai masih jauh lebih baik ketimbang banyak negara.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menilai Indonesia merupakan salah satu negara yang mampu bangkit secara cepat dari pandemi. Menurutnya, itu tecermin dari tetap terjaganya sektor keuangan dan pulihnya sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

"Pemulihan secara luas juga terlihat di berbagai sektor yang sebelumnya terdampak cukup dalam akibat pandemi, seperti sektor transportasi, hotel, dan restoran," ujarnya melalui siaran pers yang dikutip pada Kamis, 29 Juni 2023.

Ke depan, lanjut Febrio, Indonesia berkomitmen terus memperkuat transformasi ekonomi, termasuk melalui strategi hilirisasi (penghiliran) untuk struktur ekonomi yang lebih terdiversifikasi dan bernilai tambah tinggi.

Optimalkan sumber pertumbuhan

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira mendorong agar pemerintah segera memperkuat industri manufaktur dan mencoba bergeser dari ketergantungan ekspor komoditas.

"Pembacaan terhadap situasi ekspor juga mendesak, terutama pengalihan berbagai produk dari AS dan Eropa. Pasar ASEAN harus diperkuat karena menawarkan resiliensi yang lebih baik ketimbang kawasan lain," kata Bhima.

Karenanya, lanjut dia, stimulus dalam bentuk paket kebijakan diperlukan dalam rangka penguatan sektor industri dan diversifikasi tujuan ekspor sebab beberapa waktu terakhir PMI manufaktur Indonesia melambat.

Di saat yang sama, normalisasi harga-harga komoditas unggulan konsisten melandai lantaran adanya normalisasi dari krisis global. "Permasalahan muncul ketika booming harga komoditas diperkirakan mulai berakhir dengan koreksi tajam pada sebagian besar harga produk ekspor unggulan, seperti CPO, batu bara, dan nikel," terang Bhima.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad berpendapat faktor eksternal perekonomian Indonesia sulit untuk diprediksi dan dikendalikan. Melemahnya kinerja dagang merupakan imbas dari lesunya perekonomian negara-negara utama mitra dagang.

Secara teori, kata Tauhid, diversifikasi pasar ekspor menjadi hal yang paling logis dilakukan. Namun, menurutnya, hal itu bukanlah pekerjaan mudah, apalagi ketidakpastian ekonomi dunia juga masih terbilang tinggi.

"Yang terpukul itu kan memang sektor eksternal, surplus dagang menipis dan itu sulit dihindari. Tidak mudah juga bagi kita untuk switching ke negara-negara lain," ujarnya.

Karenanya, mengoptimalisasi sumber-sumber pertumbuhan ekonomi dari dalam negeri menjadi kunci utama untuk mempertahankan kinerja positif Indonesia. Mempertahankan konsumsi rumah tangga di level yang tinggi, meningkatkan arus investasi ke Tanah Air, dan mempertajam belanja pemerintah merupakan hal mutlak yang mesti difokuskan pengambil kebijakan.

"Kembali ke hal-hal pokok seperti itu dan pemerintah harus membuat iklim di investasi yang baik, ini bukan bicara PMA atau PMDN, karena itu adalah bagian dari PDB, tapi multiplier-nya. Misal, PMA atau PMDN itu masuk ke sektor mining yang local labour-nya kecil, itu harus dipikirkan kembali," jelas Tauhid. (M Ilham Ramadhan)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Ade Hapsari Lestarini)